Kamis 26 Oct 2017 12:46 WIB

Irak Tolak Tawaran Kurdi Ihwal Pembekuan Referendum

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Relawan dan pasukan Peshmerga Kurdi membawa senjata di utara Kirkuk.
Foto: Reuters/Stringer
Relawan dan pasukan Peshmerga Kurdi membawa senjata di utara Kirkuk.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Baghdad menolak tawaran yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) pada Rabu (25/10) untuk membekukan hasil referendum kemerdekaan. Baghdad ingin agar hasil referendum itu dibatalkan.

Aliansi Nasional Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi mengatakan tidak ada pembicaraan yang akan dilakukan dengan KRG sebelum mereka mengumumkan pembatalan hasil referendum tersebut.

"Pembekuan referendum akan bertahan seperti bom waktu yang bisa meledak setiap saat selama negosiasi," ujar Ali Al-Alaq, seorang pemimpin Aliansi Nasional dan salah satu penasihat Al-Abadi, kepada Arab News.

"Pemerintah (federal) tidak akan menyerah pada kondisi ini. Hal tersebut tidak dapat diubah. Pembicaraan apapun harus dibangun atas pembatalan referendum (hasil)," kata Al-Alaq.

Tawaran Kurdi ini tampaknya ditujukan untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. KRG juga berencana untuk menghentikan semua operasi militer dan memulai dialog terbuka dengan Baghdad berdasarkan konstitusi Irak guna meredakan ketegangan antara kedua belah pihak.

"Bentrokan antara pasukan Irak dan Peshmerga sejak 16 Oktober sampai saat ini menyebabkan korban di kedua sisi dan dapat menyebabkan perang gesekan. Oleh karena itu, kami menawarkan hal berikut kepada pemerintah, masyarakat Irak, dan dunia," ujar pernyataan yang dikeluarkan KRG.

Perdana Menteri Al-Abadi sedang memulai tur regional ke Turki dan Iran pada Rabu (25/10) untuk membahas kepentingan bersama ketiga negara termasuk referendum. Dia belum secara terbuka menanggapi tawaran KRG, namun mengatakan Baghdad tidak akan menghentikan operasi militer untuk mendapatkan kembali kontrol atas wilayah-wilayah yang disengketakan di bagian utara negara tersebut.

"Kami terus memaksakan otoritas federal (di daerah yang disengketakan), dan ini adalah tugas saya untuk menjaga persatuan dan kedaulatan Irak dan melindungi kekayaannya," kata Al-Abadi kepada wartawan dalam sebuah konferensi pers bersama yang diadakan di Turki dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

KRG telah mengadakan referendum kemerdekaan di akhir bulan lalu. Sebagai tanggapan, Baghdad melancarkan sebuah kampanye militer yang besar untuk mendapatkan kembali kendali atas kota Kirkuk, ladang minyaknya yang menguntungkan, dan semua wilayah yang disengketakan.

Baghdad juga telah memberlakukan banyak tindakan hukuman di wilayah Kurdi dalam empat minggu terakhir. Irak melarang penerbangan internasional ke dan dari kawasan tersebut dan menghentikan transaksi keuangan.

Irak kemudian memperbaiki jaringan pipa minyaknya yang meluas dari Kirkuk ke pelabuhan Ceyhan di Turki, untuk melanjutkan ekspor minyak. Negara itu juga mengajukan permintaan resmi ke Iran dan Turki untuk menutup penyeberangan dengan wilayah Kurdi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement