REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan setuju jika rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi harus ditunda terlebih dahulu sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pembentukan Densus Tipikor ini masih perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam oleh semua stakeholder terkait.
"Istilah Kapolri pendalaman dikaji lagi relevansinya urgensinya tata caranya kordinasinya dan sebagai, dan yang pasti diperlukan payung hukum UU nya," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (27/10).
Dalam pengkajian ini, yang paling utama adalah bagaimana upaya peningkatkan dan penguatan aparat penegak hukum yang ada. Perbaikan sendiri tidak terbatas pada Polri. Namun, perbaikan juga dilakukan pada semua organisasi antirasuah.
"Kalau ada yang perlu diperbaiki, perbaiki. Termasuk KPK sendiri perbaiki, ya perbaiki. Kejaksan juga begitu, Polri juga begitu," kata dia.
Di samping itu, lanjut Prasetyo, perlu dilakukan peningkatan intensitas koordinasi kerja sama dan sinergitas supaya pengakan hukum tindak pidana korupsi menjadi lebih efektif. Kejaksaan sendiri menurut Prasetyo telah memiliki program pencegahan tindak pidana korupsi.
Prasetyo pun berharap upaya pencegahan nantinya dapat lebih ditingkatkan lagi. Mencegah tindak pidana korupsi dinilai lebih baik dari pada menindak tindak pidana korupsi. "Kita menghukum juga bukan hal yang menyenangkan," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan menunda rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri usai rapat terbatasdi Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/10) siang. Pembentukan Densus Tipikor untuk sementara ditunda dan akan dikoordinasikan dengan Menko Polhukam. Polri pun menyatakan akan mengikuti instruksi Presiden.
"Densus tipikor ditunda itu perintah presiden, kita laksanakan. Polri loyal kepada presiden. Perintah presiden untuk tunda, kita tunda," ujar Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di PTIK, Jakarta, Kamis (26/10).