REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan Muslim di Austria juga mengalami peningkatan yang signifikan. Anna Strobel dalam Unique Legal Status: Muslims in Austria (Freiburg 2006), menjelaskan pada 1971, jumlah Muslim di Austria hanya 0,3 persen dari total populasi.
Pada 1991, jumlah tersebut meningkat menjadi dua persen dari total populasi Austria. Pada sepuluh tahun berikutnya, jumlah Muslim kembali mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi karena adanya imigran yang berasal dari Turki.
Sebagian besar, Muslim di Austria memiliki kewarganegaraan Austria. Jumlah naturalisasi telah meningkat secara signifikan, terutama dari Turki dan Bosnia.
Pada 1991, terdapat 11 ribu jumlah naturalisasi. Sekitar 1800 berasal dari Turki. Pada 2000, terdapat 24 ribu Muslim baru yang berkewarganegaraan Austria. Sebanyak 6.000 sebelumnya berkewarganegaraan Turki.
Dalam hal etnis, kelompok terbesar adalah keturunan Turki diikuti oleh Bosnia. Selama dekade terakhir, orang-orang Arab juga menjadi bagian yang cukup besar dari populasi Muslim di Austria, terutama dari Mesir.
Dalam sejarah modern, migrasi ke Austria, terutama pendatang dari Turki dan negara-negara Eropa Timur, meningkat setelah Konferensi Berlin 1878, dan asimilasi ke dalam Kekaisaran Austria-Hongaria.
Pendatang baru disambut oleh penguasa, yang memberi mereka kebebasan beragama yang maksimal. Setelah Perang Dunia II, gelombang baru imigran Muslim tiba di Austria.
Pertama, buruh membantu untuk merekonstruksi negara. Setelah 1964, banyak para pekerja yang datang khususnya dari Turki, Bosnia, Herzegovina, dan Serbia serta dari negara-negara Arab dan Pakistan.
Bahkan penerimaan mahasiswa dari negara-negara Muslim meningkat di universitas-universitas Austria. Selama 1970, imigrasi meningkat akibat ledakan ekonomi. Gelombang terakhir imigran Muslim tiba pada awal 1990-an dari Yugoslavia.