REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menjadi rumah bagi sekitar 370 ribu Muslim atau 3,5 persen dari populasi, Yunani, memiliki sejarah panjang dangan Islam dan pemeluk risalah Muhammad SAW ini. Populasi Muslim di Yunani tidak homogen karena terdiri atas latar belakang etnis, bahasa, dan sosial yang berbeda.
Sebagian besar mereka berasal dari Albania. Tetapi, ada juga yang berasal dari Pomaks Turki, kelompok Romani tertentu, dan Muslim Yunani, terutama dari Crete, Epirus, dan barat Macedonia Yunani. Khususnya, pada abad ke-17 dan 18. Tapi, komunitas Muslim adat di Thrace berjumlah sekitar 120 ribu orang.
Keberadaan entitas Muslim di Yunani tak bisa terlepaskan dari dinamika yang muncul dari Perjanjian Lausanne pada 1923. See Hugh Poulton dalam The Balkans: minorities and states in conflict, Minority Rights Publications menjelaskan, perjanjian ini memberikan dua sisi mata uang sekaligus, positif dan negatif.
Di satu sisi, perjanjian yang prinsipnya berisikan pertukaran populasi antara Yunani dan Republik Turki baru adalah bentuk pengakuan perdana terhadap institusi mufti dalam beberapa aspek hukum perdata di Thrace. Ketentuan ini telah dihormati Pemerintah Yunani.
Dilansir dari euro-islam.info, dalam Lausanne, Yunani mengakui mufti sebagai otoritas keagamaan di Thrace dengan berbagai keistimewaan sipil dan hukum. Dengan demikian, meskipun mereka secara resmi hanya mewakili minoritas tertentu, mufti dapat mengambil beberapa peran kepemimpinan bagi komunitas Muslim pada umumnya.
Terkait pendidikan agama Islam, Perjanjian Lausanne menyatakan bahwa sekolah harus ditetapkan untuk anak-anak dari komunitas Muslim di Thrace Barat. Tapi, secara umum sekolah ini dianggap tidak mampu mengoptimalkan kemampuan siswa Muslim, sehingga mereka tidak dapat bersaing di dunia kerja.