Selasa 07 Nov 2017 09:26 WIB

'Jika SPDP Benar, Itu Paksa Setnov Penuhi Panggilan KPK'

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan jika Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Ketua DPR Setya Novanto benar adanya, maka itu menandakan Novanto sedang dipaksa untuk memenuhi panggilan penyidik KPK.

"Dengan asumsi SPDP itu benar maka penyidikan terhadap Setnov sudah dimulai lagi, karena itu, semua tindakan penyidikan yang sudah pro justitia bersifat memaksa," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (7/11).

Fickar menjelaskan, konsekuensi bagi para saksi yang tidak memenuhi panggilan penyidi maka dapat dikenakan pasal 224 KUHP dengan ancaman sembilan bulan penjara. "Jika panggilan itu tidak dipenuhi bagi para saksi, dapat dikenakan pasal 224 KUHP dengan ancaman penjara sembilan bulan," ujarnya.

Namun bila tersangkanya yang tidak memenuhi panggilan penyidik, Fickar mengatakan, dapat dilakukan penangkapan dan penahanan. Karena itu, menurutnya, kalau Novanto tidak memenuhi panggilan KPK dalam posisi telah dijadikan sebagai tersangka, maka Ketua Umum Golkar itu dapat ditangkap lalu dilanjutkan dengan penahanan.

"Bagi mereka yang berstatus tersangka, jika tidak memenuhi panggilan dengan alasan yanh patut dapat dilakukan penangkapan sekaligus penahanan," katanya.

Seperti diketahui, telah beredar SPDP terhadap Novanto dalam kasus proyek pengadaan KTP-El tahun anggaran 2011-2012. Pimpinan KPK mengaku belum mengetahui soal adanya SPDP tersebut Begitupun dengan juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement