Selasa 07 Nov 2017 09:47 WIB

KPK Diminta Jelaskan Kebenaran SPDP Setya Novanto

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Maneger Nasution
Foto: Republika/Musiron
Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Maneger Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Maneger Nasution mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya menjelaskan ke publik mengenai kebenaran beredarnya surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Ketua DPR Setya Novanto. "Sehubungan dengan beredarnya di publik, soal Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk Setya Novanto, sebaiknya KPK segera secara resmi menjelaskan kepada publik tentang kebenaran informasi itu," kata dia melalui keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (7/11).

Maneger memaparkan, Setya Novanto dan pihak keluarganya serta publik, tentu memiliki hak untuk mengetahui kebenaran informasi penetapan tersangka terhadap Novanto sebagaimana tercantum di dalam SPDP tersebut. "Setya Novanto dan keluarganya serta publik berhak untuk tahu tentang kebenaran informasi itu," katanya.

Bila kemudian informasi tersebut tidak benar, bahwa sebetulnya Novanto tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek pengadaan KTP-El tahun anggaran 2011-2012, maka tentu pihak Novanto dan keluarganya mempunyai hak untuk dipulihkan namanya. "Sekiranya informasi itu tidak benar adanya, Setya Novanto dan keluarganya berhak dipulihkan nama baiknya," ujar Maneger yang juga menjabat Komisioner Komnas HAM.

Seperti diketahui, pada Senin (6/11), beredar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan KPK untuk Novanto dalam kasus KTP-El. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement