REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam al-Ghazali dalam kitabnya At-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk menyebutkan ada dua kelompok anak Adam yang sama-sama menjadi daya tarik masyarakat luas. Keduanya juga menghasilkan perubahan mendasar dalam kehidupan.
Pengaruh mereka menyebar ke berbagai negeri. Yang pertama adalah nabi dan rasul. Mereka adalah orang-orang yang mendapat tugas dari Allah untuk mendakwahkan risalah Ilahi serta mengarahkan manusia untuk patuh dan taat kepada Allah.
Sedangkan, yang kedua adalah pemimpin. Mereka adalah pengayom dan panutan masyarat. Pemim pin menentukan kebijakan apa yang diambil. Apakah akan berperang atau tidak. Apakah akan membiarkan rakyat dalam kelaparan atau justru member dayakan mereka dengan bertani. Al-Ghazali menekankan, pemim pin haruslah berpedoman kepada Alquran, petunjuk kehidupan. Sudah seharusnya pemim pin melahirkan kebijakan dan berperangai sesuai wahyu Ilahi.
Ini merupakan wujud ketaatan kepada Allah. Dengan menjalankan ketaatan, pemimpin tidak akan sombong. Dia akan menyadari masih ada Allah yang Maha Mengua sai alam. Pemahaman seperti itu harus tertanam betul di dalam hati pemimpin agar mereka tidak semena-mena dalam mengelola negara.
Ketika bermuamalah dengan rakyat, pemimpin harus berbuat adil. Adil bukan sekadar taat hukum. Jauh lebih mendasar, adil adalah moralitas masyarakatnya, yang dicapai dengan kesempur naan akal, dan jauh dari nafsu angkara murka dan tirani.