REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan teknologi finansial milik Yusuf Mansur Paytren membantah telah dibekukan oleh Bank Indonesia. Namun, sejumlah layanan Paytren ditutup sementara karena masih menunggu izin dari Bank Indonesia.
"Dari BI sudah memberikan statement, bahwa mudah-mudahan itu (izin) tidak lama lagi karena masing-masing sudah menunjukkan itikad baik untuk melengkapi persyaratan yang disyaratkan BI," kata Managing Director Paytren Academy Cipto Utomo kepada Republika.co.id, Kamis (9/11).
Ia menyatakan, perusahaan juga terus berkomunikasi dengan BI. "Kalau kita optimis sih, mudah-mudahan bulan ini November (izin sudah keluar)," kata Cipto.
Dia menuturkan, berita yang dibaca di masyarakat mengenai Paytren seolah dibekukan adalah tidak benar. Pasalnya, kata dia, bukan dibekukan melainkan ada beberapa fitur yang ditutup sementara menunggu izin keluar.
Menurutnya, pemerintah membutuhkan kehadiran financial technology (fintech). Hal itu demi menjangkau masyarakat luas memperoleh akses keuangan.
"Pemerintah tidak bisa sendirian dalam membangun fintech. Kalau kita bicara negara, persentase penerapan fintech industri dalam kehidupan masyarakat pun masih sangat rendah belum sampai satu persen," kata Cipto.
Menurutnya, layanan keuangan di Indonesia masih konservatif dan manual, belum terkolaborasikan dengan teknologi. Padahal di berbagai negara, persentase aspek masyarakat yang tersentuh fintech telah mencapai delapan persen dan 80 persen bagi negara maju.
"Kita masih sangat jauh. Maka pemerintah perlu adanya Paytren, Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya, tapi kami sadar peraturan harus ditegakkan," ujarnya.
Cipto menjelaskan, pelaku fintech memang harus menyesuaikan dengan peraturan regulator. "Aturan itu baru ada belakangan ini, maka mau tidak mau kita harus sesuaikan," katanya.