REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajar mengatakan tidak mungkin pimpinan KPK memalsukan surat untuk Setya Novanto. Menurut Fikar, apa yang dilakukan oleh KPK telah sesuai dengan kewenanganya sebagai lembaga anti rasuah.
Menurut Fikar, apa yang dilakukan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakilnya Saut Situmorang telah sesuai dengan asas legalitas. Kemudian KPK juga mendapatkan kewenangan atributif dari UU KPK khususnya Pasal 12 ayat (1) b dalam penangganan kasus korupsi maupun terhadap orang-orang yang terkait dengan suatu perkara.
"Tidak mungkin Agus Rahardjo dan Saut memalsukan surat, karena baik dari sudut kewenangan maupun dari sudut pelaksanaannya tidak mungkin surat yang dikeluarkan itu palsu," ujar Fikar dalam pesan tertulis yang dikirimkan pada Republika, Jumat (10/11).
Fikar juga beranggapan bahwa bisa saja surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan Polri kepada Kejaksaan adalah bentuk perlawanan dari Setya Novanto dengan mendorong Polri untuk segera terbitkan Sprindik juga. Yang mana sebelumnya pada 3 November 2017 KPK lebih dulu menerbitkan sprindik baru kepada Ketua DPR RI itu. "Bisa jadi (bentuk perlawanan dan desakan Setnov)," kata dia.
Ditambah lagi, Kepala Kepolisian RI Jendral Muhammad Tito Karnavian sebelumnya mengatakan tidak tahu jika Bareskrim Polri menerbitkan sprindik tersebut. Sehingga Tito juga mengaku langsung meminta keterangan dari Direktur Tindak Pidana Umum atas dikeluarkannya SPDP itu.
"Itulah mengherankan karena berdasarkan Perkap seharusnya dilaporkan kepada kapolri sebelum SPDP, karena itu, ini sebuah tindakan yang menyimpang dari peraturan atasan," ujarnya.