Jumat 10 Nov 2017 19:15 WIB

Turkmenistan, Sekularisme di Tengah Mayoritas Islam

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Islam di Turkmenistan, ilustrasi
Foto: housandwonders.net/
Islam di Turkmenistan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam merupakan agama mayoritas di Turkmenistan. Menurut laporan Pew Research Center pada 2009, 93,1 persen penduduk Turkmenistan adalah Muslim dan didominasi Islam Suni, seperti negeri jiran mereka, Uzbekistan dan Afghanistan.

Muslim Syiah tidak banyak di Turkmenistan. Sebagian besar Turkmen mudah mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim dan mengakui Islam sebagai bagian integral dari warisan budaya mereka, tetapi beberapa mendukung kebangkitan status agama, terutama sebagai unsur kebangkitan nasional.

Setelah merdeka, pemerintah mulai melakukan pengawasan terhadap organisasi Islam yang diwarisi oleh Soviet. Dewan Keagamaan Islam Turkmenistan, bersama-sama dengan Uzbekistan, menjadi Dewan Agama Muslim Mavarannahr.

Mavarannahr berbasis di Tashkent dan memiliki pengaruh cukup besar di antara para pemimpin agama di Turkmenistan. Badan Hakim Islam (Kaziat) terdaftar dengan Departemen Kehakiman Turkmenistan dan Dewan Urusan Sgama di bawah kabinet menteri yang memonitor kegiatan ulama. Individu yang ingin menjadi anggota resmi ulama harus menghadiri lembaga keagamaan resmi.

Sejak 1990, beberapa upaya dilakukan pemerintah untuk mendapatkan kembali beberapa warisan budaya yang hilang di bawah pemerintahan Soviet. Presiden Saparmurat Niyazov telah memerintahkan bahwa prinsip-prinsip dasar Islam diajarkan kembali di sekolah-sekolah umum.

Lembaga keagamaan, termasuk sekolah-sekolah agama dan masjid, bermunculan. Pembangunan sekolah dan masjid banyak memperoleh dukungan dari Arab Saudi, Kuwait, dan Turki.  Kelas agama diadakan di sekolah dan masjid, dengan instruksi dalam bahasa Arab, Alquran dan hadis, serta sejarah Islam.

Turkmenistan memberlakukan sekularisme dan mendukung kebebasan beragama. Hal ini sebagaimana termaktub dalam UU Tahun 1991 tentang Kebebasan Hati Nurani dan Organisasi Keagamaan di Republik Sosialis Turkmen dan dilembagakan secara konstitusi pada 1992.

Aturan ini mengatur dokumen yang menjamin pemisahan gereja dan negara. Pemerintah juga menghapus dasar hukum Islam untuk memainkan peran dalam kehidupan politik dengan melarang dakwah dan penyebaran agama secara tidak resmi. Pemerintah juga meminta tidak ada diskriminasi berdasarkan agama dan melarang pembentukan partai politik keagamaan.

Selain itu, pemerintah berhak mengangkat dan memberhentikan siapa pun yang mengajarkan hal-hal agama atau yang merupakan anggota dari ulama. Sejak kemerdekaan, kepemimpinan Islam di Turkmenistan lebih tegas, tetapi sebagian besar masih menganggap kontrol pemerintah terlalu berlebihan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement