REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan pengganti Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang akan memasuki masa pensiun pada 2018 mendatang. "Panglima TNI baru, diharapkan bisa membawa TNI menjadi aktor pertahanan yang semakin profesional dan modern serta dapat mendorong proses reformasi TNI," kata Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, Ahad (12/11).
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, sudah semestinya Presiden Jokowi segera mempersiapkan proses pergantian panglima. Menurut dia, ada tiga alasan pergantian panglima TNI penting dan perlu segera dilakukan. Pertama, mengacu pada UU TNI, pergantian panglima TNI membutuhkan persetujuan DPR.
"Dengan pengajuan nama calon panglima TNI baru sebagai pengganti Gatot Nurmantyo dari sekarang tentu akan memberikan keleluasaan bagi DPR untuk mencermati dan memeriksa profil kandidat sebelum memberi keputusan," kata Wahyu.
Sehingga, kata dia, pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dapat dihindari. Kedua, memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk ikut berpartisipasi dalam mencermati sosok kandidat calon panglima TNI.
"Meski pemilihan panglima TNI merupakan hak prerogratif presiden, namun sangat penting bagi presiden untuk mempertimbangkan dan mencermati masukan dari publik," kata Wahyu.
Ketiga, semakin cepat proses pergantian panglima TNI dilakukan akan sedikit banyak membantu memperlancar proses 'transisi' manajerial organisasi di dalam tubuh Mabes TNI.
Direktur Imparsial al-Araf menilai, pergantian panglima TNI ke depan sudah seharusnya dijalankan dengan mempertimbangkan pola rotasi atau dijabat secara bergiliran oleh tiap-tiap matra atau angkatan. Hal ini juga telah ditegaskan dalam Pasal 13 (4) UU TNI yang menyatakan bahwa jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.
"Artinya, jika melihat panglima TNI saat ini yang berlatar belakang Angkatan Darat, maka posisi panglima TNI berikutnya sepatutnya dirotasi kepada Angkatan Udara (AU) atau Angkatan Laut (AL)," katanya.
Penerapan pola rotasi jabatan panglima TNI tentu saja penting bukan hanya karena telah dimandatkan oleh UU TNI, tetapi juga demi membangun soliditas dan profesionalitas di dalam tubuh TNI.
Pola rotasi jabatan panglima TNI akan semakin menumbuhkan rasa kesetaraan dalam TNI. Rasa setara ini akan menjadikan aspek kesatuan antarmatra lebih baik.
"Kebijakan merotasi jabatan panglima TNI berikutnya kepada matra udara atau laut juga selaras dengan agenda kepentingan pemerintah untuk membangun dan memperkuat kekuatan maritim Indonesia," katanya.
Dalam upaya mendukung itu, rotasi jabatan panglima TNI yang sekarang dijabat oleh Matra Darat kepada Angkatan Udara atau Angkatan Laut sangat penting. Membangun maritime security membutuhkan pembangunan kekuatan terintegrasi antarangkatan udara dan angkatan laut dengan tidak meninggalkan kekuatan Angkatan Darat.
Koalisi juga mendesak Presiden untuk secara serius mencermati setiap calon kandidat panglima TNI baru. Dalam konteks ini, pergantian panglima TNI harus juga dijadikan sebagai momentum untuk membangun TNI yang profesional, tidak berpolitik, memiliki kompetensi dalam bidangnya dan tunduk pada perintah otoritas sipil.