REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan hingga kini pemerintah belum bisa memutuskan pencantuman aliran kepercayaan dalam kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP. Ia menyatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa menganut agama maupun kepercayaan adalah hak asasi manusia. Meski begitu, ia menilai kepercayaan bukanlah agama, dan yang diakui dalam UU Administrasi Kependudukan hanya enam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu.
"Ini harus disikapi dengan hati-hati. Menurut undang-undang yang ada, kepercayaan bukan agama," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Camat Wilayah Indonesia Bagian Barat, di Kota Pekanbaru, Kamis (16/11).
(Baca juga: MUI dan Kemendikbud Bahas Aliran Kepercayaan)
Tjahjo mengatakan Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kejaksaan Agung Muda Bidang Intelejen perihal ada berapa aliran kepercayaan yang ada, dan mana yang sah dan yang sesat.
"Kita tanya dulu ke majelis agama yang ada bentuknya bagaimana. Jangan kita ambil kesimpulan sendiri, tulis nama alirannya. Aliran itu banyak, mungkin ada 300-an," ujar Tjahjo sambil meminta semua pihak sabar menunggu ketetapannya dari pemerintah.
Sebelumnya, Amar putusan MK pada awal November 2017 mengabulkan seluruh permohonan uji materi Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan yang diajukan oleh empat orang warga negara Indonesia yang menganut aliran kepercayaan.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan menyatakan kata "agama" dalam pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk "kepercayaan".
"Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ujar Arief sebelum mengetuk palu hakim.