REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai perlu memiliki instrumen yang mengawasi sistem informasi partai politik (Sipol). Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga dinilai harus memposisikan Sipol bukan sebagai satu-satunya instrumen yang menentukan apakah suatu partai politik (Parpol) memenuhi syarat atau tidak.
"KPU memperhatikan Bawaslu, Sipol itu merupakan instrumen administratif. Oleh karena itu dia tidak boleh menjadi satu-satunya instrumen untuk menjadi indikator untuk memutuskan apakah Parpol tertentu memenuhi syarat atau tidak," ujar Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi di kantornya, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/11).
Veri melanjutkan, boleh saja apabila KPU menggunakan Sipol menjadi instrumen untuk memeriksa data yang begitu banyak. Bagaimana pun juga, kata dia, untuk memeriksa data Parpol yang mendaftar akan kesulitan jika hanya memakai bukti fisik.
"Makanya itu dia harus jadi instrumen. Tapi, yang menjadi instrumen penting untuk menentukan mereka lolos atau tidak selain Sipol, harus juga menggunakan dokumen fisiknya," katanya.
Menurut Veri, kedua hal itulah yang kemudian seharusnya disandingkan. Tidak seperti yang lalu, ketika suatu parpol tidak masuk ke Sipol, maka sudah lewat begitu saja. Ia menjelaskan, untuk memasukan data ke dalam Sipol, tentu KPU harus melakukan pendampingan atau semacamnya. Sehingga, mereka mempunyai bukti fisik yang nantinya akan diserahkan apa yang telah terdokumentasikan di dalam Sipol itu.
"Selain itu, KPU juga harus memastikan dokumen yang telah masuk ke Sipol dapat terjaga dengan aman. Memastikan dokumen-dokumen itu tidak hilang dan dimanipulasi," katanya.
Soal dokumen, kata Veri, mestinya Bawaslu memiliki fungsi pengawasan. Karena itu, menurut dia, menyarankan Bawaslu untuk membentuk instrumen untuk mengawasi Sipol.
"Tadi dikeluhkan ada perubahan (data) dan sebagainya. Kalau Bawaslu tidak punya mekanisme itu, bagaimana mau mengecek. Ini menjadi tugas penting Bawaslu yang tidak boleh dilewatkan juga," jelas Veri.
Veri menyebutkan, memang hal itu akan membikin repot Bawaslu. Di satu sisi, Bawaslu diberikan kewenangan mengawasi, di sisi yang lain mengurusi sengketa. "Jadi agak kerepotan pastinya ada. Tapi konsekuensinya memang begitu. Dia harus bisa membagi waktu juga," jelas Veri.