REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KTP) pada Ahad (20/11) malam WIB. Sejumlah pihak meminta agar DPR RI sebagai lembaga negara melakukan pergantian pimpinan DPR RI. Namun Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwain menyatakan bahwa pergantian tersebut merupakan wewenang Partai Golkar itu sendiri.
"Kembalikan ke Golkar karena itu kewenangan Partai Golkar, mengganti kadernya yang ada di situ," jelas Jazuli Juwaini saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (20/11).
Sebelum Ketua Umum Partai Golkar itu ditahan KPK setelah melewati serangkain drama, sudah banyak desakan agar Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI terus bergulir. Namun Novanto menolak mundur karena, konstitusi tidak mengatur mundur sampai berkekuatan hukum tetap.
Novanto juga pernah menang di praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada kasus yang sama, namun KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka. Kemudian Novanto juga sebetulnya sudah pernah memutuskan mundur dalam jabatannya sebagai Ketua DPR RI.
Itu setelah Novanto terjerat kasus papa minta saham yang diusut Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada tahun 2015. Namun Novanto kembali ke kursi Ketua DPR RI setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan penyadapan terhadap Setya Novanto yang dilakukan Presdir PT Freeport Indonesia, Ma'roef Sjamsoeddin, dalam kasus "Papa Minta Saham", dinyatakan ilegal.