REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Setya Novanto, Otto Hasibuan mempertanyakan KPK yang dinilainya mudah membuka penyidikan baru untuk kliennya. Menurut dia, perlakuan KPK ini berbeda dengan perkara Budi Gunawan dan Hadi Purnomo yang pernah disidik KPK.
"Hukum acara itu harus diperlakukan sama untuk semua orang, barulah dapat kebenaran yang materil. Kalau kita tidak berikan sanksi logis maka penyidik KPK suka-suka menyidik orang. Tersangkakan saja, nanti kalau praperadilan, tersangkakan lagi. Coba berpikir jangan dari segi KPK saja, tapi dari kepentingan masyarakat umum," tutur dia saat di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/11).
Otto mengakui sidang praperadilan itu untuk menguji prosedur penetapan tersangka dan tidak masuk ke materi perkara. Namun, dia mempertanyakan jika KPK menetapkan tersangka berulang-ulang.
"Kalau 10 kali salah terus bagaimana? Hukum pidana adalah hukum materi, ditegakkan dengan hukum formal, yaitu hukum acara. Hukum acara harus benar, baru bisa tegak hukum materil. Kalau hukum acaranya salah, enggak mungkin tegak hukum materil," papar dia.
Menurut Otto, kalau misalnya dalam sidang praperadilan yang kedua nanti meloloskan Novanto kembali, penyidik KPK tentu akan membuka lagi penyidikan untuk ketua umum Golkar tersebut. Jika itu yang terjadi, maka menurutnya ada ketidakberesan dalam proses hukum kliennya.
Otto kembali mempertanyakan apakah tidak ada sanksi bagi seorang penyidik KPK kalau dia salah menuntut orang hingga kliennya dirugikan, dicemarkan nama baiknya, disangka namun ternyata tidak terbukti karena secara prosedural tidak benar. Menurutnya, kalau KPK sudah kalah di praperadilan, maka yang ditersangkakan harus dibebaskan. Ini menjadi sanksi logis dan menjadi konsekuensi dari proses peradilan yang berkeadilan.