Kamis 23 Nov 2017 21:58 WIB

Ini yang Dilakukan Kemenkes untuk Kendalikan HIV/AIDS

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Winda Destiana Putri
Obat antiretroviral (ARV) salah satu andalan garis depan dalam pengobatan terhadap HIV/AIDS kini mulai berkurang kemampuannya setelah HIV menunjukkan tanda-tanda mutasi hingga mengalami kekebalan terhadap obat tersebut.
Obat antiretroviral (ARV) salah satu andalan garis depan dalam pengobatan terhadap HIV/AIDS kini mulai berkurang kemampuannya setelah HIV menunjukkan tanda-tanda mutasi hingga mengalami kekebalan terhadap obat tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim telah melakukan banyak upaya untuk mencegah dan mengendalikan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) di Tanah Air. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Mohamad Subuh mengatakan, telah banyak yang dilakukan pemerintah dalam upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS dalam 15 tahun terakhir.

Di antaranya yaitu penerbitan produk hukum berupa peraturan menteri kesehatan (permenkes) sebagai payung hukum untuk mendukung pelaksanaan program. Kemudian penyediaan layanan kesehatan untuk melakukan tes HIV dan pemberian perawatan dan pengobatan anti retroviral (ARV), baik di rumah sakit (RS) maupun pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

"Pada 2015 kami juga telah memiliki layanan komprehensif berkelanjutan (LKB)," katanya saat ditemui Republika, di ruang kerjanya, di Jakarta, Rabu (22/11).

Selain itu, kata dia, pemerintah telah memberikan pelatihan bagi petugas kesehatan. Juga penyediaan tes HIV, obat ARV subsidi penuh oleh pemerintah, mesin dan reagen untuk monitoring pengobatan, serta penyediaan obat untuk infeksi oportunistik.

Kemudian, pelibatan secara aktif komunitas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melakukan penjangkauan terhadap populasi kunci. Untuk meningkatkan komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, kata dia, HIV menjadi salah satu program prioritas nasional dan menjadi salah satu program yang masuk dalam standar pelayanan minimum (SPM) kesehatan yang diatur dalam peraturan menteri kesehatan (permenkes) no 43 tahun 2016. Dalam permenkes ini diatur dan disebutkan bahwa semua orang yang berisiko tertular HIV wajib mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar.

Adapun kebijakan baru dalam upaya pencegahan dari ibu ke anak adalah eliminasi penularan HIV, sifilis, dan hepatitis B  yang dikenal triple eliminasi yang diatur dalam permenkes no 52 tahun 2017. "Kebijakan ini bertujuan agar bayi yang dilahirkan sehat dan terbebas dari ketiga penyakit tersebut," ujarnya.

Dengan kebijakan ini, kata dia, semua ibu hamil dilakukan tes HIV, sifilis, dan hepatitis B pada saat melakukan pemeriksaan kehamilannya. Semakin dini diketahui status ketiga penyakit tersebut, kata dia, semakin cepat ibu hamil mendapatkan pengobatan sehingga penularan kepada bayinya dapat dicegah.

Pria yang juga sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) ini menambahkan,organisasi kesehatan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) memperkirakan angka prevalensi kasus HIV di Indonesia sebanyak 660 ribu. Namun, kasus HIV secara kumulatif sejak dilaporkan 1987 baru terungkap sekitar 220 ribu kasus HIV.

"Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan setiap tahun terus meningkat. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya layanan kesehatan yang dapat memberikan layanan terkait HIV/AIDS, seperti tes HIV dan pemberian obat ARV," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement