REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Setelah menunggu lama, Pemerintah Federal Australia akhirnya meluncurkan buku putih kebijakan luar negerinya. Indonesia menjadi prioritas utama dalam kesepakatan pedagangan bebas.
Ini sesuatu yang penting. Buku putih dimaksudkan melampaui sekat-sekat partai politik dan menjadi pendekatan Australia terhadap dunia selama lebih dari satu dekade.
Jadi, apa yang disebutkan buku putih itu? Apa maknanya? Dan apa pertanyaan besar yang ingin dijawabnya?
Apakah Australia menghadapi masa depan yang lebih berbahaya? Singkatnya, ya.
Tiga kata kunci di sampul Buku Putih itu adalah "Opportunity. Security. Strength". Itu rangkaian kata dari optimisme "kesempatan" menjadi bahasa dengan makna kekuatan - "keamanan, kekuatan".
Buku Putih atau White Paper ini dimulai dengan penilaian apa adanya: negara-negara sahabat yang powerful kini mengalami penurunan. "Dorongan kuat saling menyatu dengan membentuk kembali tatanan internasional dan membawa tantangan bagi kepentingan Australia," katanya.
"Amerika Serikat telah menjadi kekuatan dominan di wilayah kita sepanjang sejarah Australia pasca-Perang Dunia II. Saat ini, Cina menantang posisi Amerika," tambahnya.
Hal ini mungkin pernyataan yang sudah jelas, namun bahasa ini sangat mencolok bagi Departemen Luar Negeri yang dikenal sangat berhati-hati. White Paper menunjukkan ekonomi Cina telah, dengan beberapa tindakan, telah melampaui Amerika.
Australia tidak melihat penurunan AS sebagai hal yang tak terelakkan. Bahkan, kita bertaruh melawan hal itu. Namun setidaknya ada satu permasalahan besar.
Momok Trump membayangi
Nama Presiden AS Donald Trump tidak muncul satu kali pun dalam White Paper - tapi momoknya membayang-bayangi keseluruhan dokumen. Kekuasaan mungkin perlahan surut dari AS tapi pilihan Trump pada isolasianisme dan proteksionisme telah memicu kekhawatiran bahwa kemunduran ini bisa menjadi lebih cepat.
White Paper memiliki pesan jelas bagi Trump dan untuk semua pembuat kebijakan AS: jangan menjauhkan diri dari kepemimpinan global. Hal itu akan menjadi sebuah kekeliruan.
"Pemerintah mengakui adanya perdebatan dan ketidakpastian lebih besar di Amerika Serikat mengenai biaya dan manfaat kepemimpinannya dalam sebagian sistem internasional," tulisnya.
"Kami percaya bahwa keterlibatan Amerika Serikat dalam mendukung tatanan berbasis aturan adalah demi kepentingannya sendiri dan untuk kepentingan stabilitas internasional yang lebih luas," tambahnya.
Buku putih ini menambahkan aliansi AS akan tetap jadi fondasi keamanan Australia yang perlu diperluas dan diperdalam. Diprediksi bahwa Amerika masih akan mempertahankan superioritasnya secara militer untuk "masa yang akan datang". Namun pembuat kebijakan Australia percaya jika Amerika menarik diri dari aliansi yang telah dibangunnya di Asia - atau memindahkan kapal induk dan kapal selamnya keluar dari Pasifik - maka Cina yang lebih diuntungkan.
White Paper memperingatkan penarikan diri AS hanya akan menimbulkan konflik dan membuat kawasan ini lebih tidak dapat diprediksi dan berbahaya. "Tanpa dukungan AS yang berkelanjutan, karakter efektivitas dan kebebasan dari peraturan berbasis aturan akan menurun," katanya.
"Kekuatan mungkin akan bergeser lebih cepat di kawasan ini, dan akan sulit bagi Australia mencapai tingkat keamanan dan stabilitas yang kita tuju."
Haruskah Australia khawatirkan Cina?
Kemajuan tak terelakkan yang dialami Cina telah mendorong perekonomian Australia selama dua dekade terakhir. Tapi hal ini juga merupakan sumber kecemasan mendalam terhadap kebijakan luar negeri Australia.
Hal itu karena Cina dijalankan dengan sistem pemerintahan otoriter. White Paper mengisyaratkan hal ini, dengan sopan, dengan menyebutkan Australia dan Cina memiliki "kepentingan, nilai dan sistem politik dan hukum yang berbeda".
Akibatnya, "rgesekan" tidak bisa terhindarkan.
White Paper tidak menyelidiki hal ini secara langsung. Namun berbicara banyak tentang bagaimana Australia bisa membangun hubungan dengan Beijing karena Cina terus maju.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah terus membangun hubungan lebih dalam dengan Cina di seluruh bidang. Buku putih mengatakan bahwa Australia harus memperluas latihan militer dengan Cina, jika dimungkinkan. Juga perlu terus memperluas usaha diplomatik di sana.
Australia harus berdaulat
Australia kini memiliki akses yang baik terhadap kepemimpinan di Cina dan White Paper mengatakan hal ini penting untuk dipertahankan. "Keterlibatan reguler dan substantif di tingkat pejabat senior akan sangat penting dalam mencapai ambisi kita terhadap hubungan tersebut, "katanya.
White Paper mengatakan Australia juga perlu melakukan segala hal untuk meyakinkan Cina, dan AS, bahwa demi kepentingan mereka juga jika liberalisasi ekonomi ditingkatkan, dan mematuhi aturan yang berlaku di kawasan ini selama beberapa dekade.
"Kami mendorong Cina untuk menggunakan kekuatannya untuk meningkatkan stabilitas, memperkuat hukum internasional dan menghormati kepentingan negara-negara yang lebih kecil," katanya.
Ditambahkan agar Australia bisa berperan sebagai perantara yang baik dalam meredakan konflik antara kedua negara raksasa tersebut. "Australia akan mendorong Amerika Serikat dan Cina untuk memastikan ketegangan ekonomi di antara mereka tidak memicu persaingan strategis atau merusak sistem perdagangan multilateral," katanya.
Namun buku putih juga mengakui terbatasnya kemampuan Australia untuk menentukan sesuatu di luar perbatasannya. Ada risiko nyata bahwa persaingan AS-Cina meningkat menjadi konflik. Asia yang stabil dan damai menjadi "tidak terjamin".
"Sangat penting bagi Australia mempersiapkan diri untuk jangka panjang," ujarnya.
Hal ini seperti yang disampaikan Perdana Menteri Malcolm Turnbull dalam pengantar buku putih, "Australia harus berdaulat, tidak bergantung."
Kemitraan strategis yang kompleks
Jika AS mengalami kemunduran dan Cina menjadi lebih tak dapat diprediksi, apa yang bisa dilakukan? Australia bisa mengambil perlindungan.
Bagaimanapun, Abad Asia bukan semata-mata mengenai Cina. White Paper menunjukkan negara-negara seperti Indonesia dan India juga berkembang pesat dan akan menjadi pemain besar dalam waktu dekat.
Ini memperumit gambaran, tapi juga menawarkan banyak kesempatan. "Pemerintah akan meningkatkan ambisi keterlibatannya dengan negara-negara demokrasi utama di Indo-Pasifik," demikian disebutkan.
"Kami akan lebih banyak melakukan hubungan bilateral dan bekerja di seluruh kemitraan ini ... mempromosikan dan melindungi visi bersama kawasan dan mendukung keseimbangan di wilayah ini sesuai dengan kepentingan kita," katanya.
Australia telah membangun jejaring kemitraan dan dialog strategis yang semakin kompleks dengan negara-negara utama di Asia - banyak di antaranya sama-sama waspada terhadap perilaku Cina. Buku putih bersikeras kelompok ini bukan untuk mengatasi Cina - tapi tidak diragukan bahwa "visi bersama" masa depan itu bukanlah seperti yang dimiliki Beijing.
White Paper mengakui jika Australia ingin mengamankan pasar terbuka, kebebasan navigasi dan hukum internasional di kawasan ini, maka dibutuhkan mitra negara-negara demokrasi Asia yang menginginkan hal yang sama.
Keterbukaan
Akhirnya, White Paper memasang pertahanan penuh terhadap gagasan yang terjadi di Barat beberapa tahun terakhir - yaitu perdagangan bebas. "Keterbukaan itu masuk akal bagi Australia dan juga bagi pertumbuhan global dan kemakmuran," katanya.
Buku putih ini mencantumkan semua transaksi perdagangan bebas yang telah disepakati Australia beberapa tahun terakhir. Pemerintah akan terus mendorong kesepakatan baru. Kesepakatan baru dengan Indonesia kini menjadi prioritas utama.
Namun proteksionisme ekonomi telah bangkit kembali di AS dan Eropa. Di Australia, konsensus bipartisan bahwa perdagangan bebas merupakan ide bagus berada di pinggiran. Namun White Paper bersikeras Australia harus terus melakukan perdagangan. Dikatakan Australia adalah negara ekspor dan di situlah kunci kesuksesannya.
Dengan kata lain - tidak ada lagi jalan untuk mundur.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.