REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai keterangan dari terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Andi Agustinus atau Andi Narogong sangat membantu KPK dalam membangun konstruksi dari perkara KTP-el. Pada Kamis (30/11) Andi Narogong memberikan keterangannya sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Bukan hanya mempercepat tetapi paling tidak kita lebih firm bahwa kita selama ini yang kita lihat sudah betul. Ini kan hanya dikonfirmasi saja di-cross-check saja bahwa yang kita dengar selaman ini ternyata betul dan ternyata itu dibenarkan oleh yang bersangkutan (Andi Narogong)," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/12).
Menurut Saut, pengakuan Andi dalam persidangan kemarin bahkan sudah memenuhi kriteria justice collaborator (JC). "Kalau saya pribadi dilihat dari pengakuan yang kemarin dia sampaikan dia memenuhi kriteria JC tinggal nanti kami berlima memutuskan kita lihat juga prosesnya lebih lanjut seperti apa dia di persidangan berikutnya. Kan bisa juga orang enggak konsisten dalam keterangan," terang Saut.
Lebih lanjut, Saut menerangkan kriteria untuk menjadi JC adalah bukan merupakan pelaku utama. "Permanya begitu. Dan kemudian sepertinya sudah malah di persidangan dia sudah membuka beberapa. Kami pengalaman terdakwa terbuka di dalam penyidikan tapi di forum tidak terbuka. Tapi dia (Andi Narogong) terbuka di forum persidangan saya kira sudah cukup bagus," tutur Saut.
Kembalikan 2,5 Juta Dolar AS
Dalam persidangan kemarin, Andi berjanji akan menyerahkan 2,5 juta dolar AS kepada negara, yang merupakan keuntungan yang didapatnya dalam proyek KTP-el. "Saya sadar saya salah, saya berniat kembalikan uang yang saya terima 2,5 juta dolar AS. Karena itu uang negara dan saya mau hidup tenang," kata Andi di dalam ruang persidangan.
Dalam kesempatan tersebut, Andi pun mengakui memberikan uang sebesar 1,5 juta dolar AS kepada mantan Dirjen Dukcapil Irman yang kini telah menjadi terpidana di kasus yang sama melalui adiknya Vidi Gunawan. Uang tersebut, menurut Andi, merupakan syarat untuk memenangkan lelang proyek KTP-el.
Setelah diberikan 1,5 juta dolar AS, Irman pun meminta lagi kepada Andi sebanyak 700 ribu dolar AS. Uang tersebut merupakan fee untuk Irman yang seharusnya disediakan oleh Perum PNRI. Namun, karena belum cairnya uang tersebut sehingga Andi memberikan uang talangan lebih dulu.
Andi mengaku pada akhirnya memilih mundur dari proyek KTP-el. Ia kemudian meminta agar uang yang pernah ia keluarkan untuk membayar fee diganti oleh Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, yang merupakan salah satu pengusaha dalam proyek KTP-el. Pada akhirnya, menurut Andi, Marliem mengganti uangnya sebesar 2,2 juta dolar AS dan 300 ribu dolar AS sebagai keuntungan dalam proyek KTP-el.
"Saya merasa uang Biomorf adalah uang negara yang saya rasa harus dikembalikan. Daripada saya dikejar terus sama KPK, saya mau hidup tenang," kata Andi. Saat ini, Andi telah mencicil uang 2,5 juta dolar AS itu dengan menyetorkan 350 ribu dolar AS ke rekening KPK.