REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanggapi MKD yang dinilai lamban memproses perkara laporan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Dia menanggapi MKD yang juga dinilai saling menyandera dengan Partai Golkar memutus status Novanto.
"Urusan Golkar ada mekanisme mereka, urusan MKD kita punya aturan tata beracara yang harus kami ikuti, jalannya masing-masing," kata Dasco saat dihubungi, Ahad (3/11).
Sejak awal, mekanisme di MKD adalah mengundang fraksi-fraksi untuk konsultasi perkara Novanto. Namun rapat yang diagendakan sejak 21 November itu terus ditunda dengan alasan ada beberapa fraksi yang berhalangan hadir.
Sementara pada 30 November, MKD mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Novanto. MKD telah mengirim izin surat pada KPK pada 27 November.
Sebelumnya Direktur Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai lambannya MKD mengambil sikap terkait status Novanto di DPR karena saling menyandera dengan Partai Golkar. Ada keengganan MKD dan Golkar segera memberikan keputusan tegas.
Atas kelambanan ini, dia bahkan menyarankan MKD dibubarkan karena dinilai tidak berguna. "Kalau bisa jangan pakai tangan sendiri. Misalnya Golkar berharap bukan Golkar yang meberhentikan tapi MKD. Kalau MKD yang memberhentikan, maka Golkar tinggal menerima hasilnya jadi mereka tetap aman," ujarnya di Jakarta, Kamis (30/11).
Sebaliknya, kata dia, MKD berharap Golkar mengambil keputusan. Maka pekerjaan bagi MKD lebih ringan. Hal inilah yang dilihatnya sebagai proses saling menyandera.