REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Seorang pejabat senior Palestina pada Senin (4/12) menyeru Amerika Serikat agar menghindari setiap tindakan yang akan mempengaruhi status quo atas Yerusalem.
"Memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dan pengakuan AS atas Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel takkan diterima dan akan membawa risiko," kata Wakil Perdana Menteri Palestina Ziad Bu Amr selama pertemuannya dengan Konsul Jenderal AS di Yerusalem.
Menurutnya, tindakan itu akan menjadi pelanggaran dan bertolak-belakang dengan peran Pemerintah AS sebagai penengah proses perdamaian. Hal itu juga akan menutup pintu perundingan.
"Itu akan membatalkan Amerika Serikat dari memainkan peran dalam proses perdamaian dan akan menutup semua pintu bagi perundingan serius, serta akan mendorong seluruh wilayah ini ke dalam ketidak-stabilan dan ketegangan lebih besar," katanya menambahkan.
Amr mengingatkan, Palestina akan terpaksa menghancurkan setiap kesepahaman yang telah dicapainya dengan Amerika Serikat jika Washington memutuskan untuk mengubah pendiriannya mengenai Yerusalem.
Pemerintah AS juga akan dianggap bertanggung-jawab bagi setiap konsekuensi yang muncul akibat tindakannya mengenai Yerusalem. Media AS menyatakan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Isrel dan mungkin mengumumkannya pada Rabu (5/12).
Penasehat Trump, Jared Kushner, pada Ahad mengatakan presiden AS tersebut belum membuat keputusan mengenai pengakuan itu. Trump pada Juni mengeluarkan keputusan untuk mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv, tapi tidak jelas apakah ia akan mengulangi keputusannya atau tidak. Memindahkan Kedutaan Besar ke Yerusalem dipandang oleh Palestina sebagai provokasi dan penghancuran proses perdamaian.