Selasa 05 Dec 2017 10:44 WIB

Jokowi: Jangan Satu Rupiah pun Uang Rakyat Dikorupsi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo meresmikan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja) sepanjang 10 km lebih di Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (4/12).
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Presiden Joko Widodo meresmikan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja) sepanjang 10 km lebih di Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (4/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada semua menteri dan kepala lembaga agar bisa memaksimalkan anggaran yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakat. Dia mengingatkan uang tersebut tidak disalahgunakan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

"Harus benar-benar dipastikan bahwa tidak ada satu rupiah pun uang rakyat dalam APBN yang dikorupsi. Ini perlu digarisbawahi," kata Jokowi dalam rapat bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di Bogor, Selasa (5/12).

Jokowi meminta agar penggunaan teknologi informasi bisa ditingkatkan dari hulu hingga hilir. Pemerintah pusat saat ini tengah menyiapkan peraturan presiden (Perppres) terkait sistem penggunaan anggaran yang menggunakan e-plannig dan e-budgeting. Dengan sistem tersebut maka akan memperjelas segala tata cara penganggaran dalam setiap program kerja agar bisa berjalan secara transparan, mudah dipertanggungjawabkan, dan tidak ada ruang untuk memainkan APBN.

Jokowi pun meminta agar semua kementerian dan lembaga pemerintah yang menggunakan APBN bisa lebih terbuka dengan BPK. Sebab lembaga ini adalah mitra dalam memastikan tata kelola pemerintahan yang semakin baik. Dia percaya BPK akan menjaga independensi, profesionalitas, sepanjang proses pemeriksaan sehingga bisa semakin dipercaya masyarakat luas.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menekankan kepercayaan rakyat akan diperoleh dengan menunjukkan setiap rupiah uang bisa dipertanggungjawabkan sesuai aturan. Meski BPK tahun lalu telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas kinerja pemerintah pusat, kerja keras yang selama ini dilakukan tidak boleh berhenti begitu saja, melainkan harus terus menerus dilakukan sebab WTP bukanlah sebuah prestasi. Opini dari BPK terasebut adalah kewajiban yang harus didapat pemerintah terkait penggunaan APBN.

"Kita tidak boleh puas dengan pernyataan bahwa di tahun 2016 adalah pertama kali predikat WTP diterima pemerintah pusat setelah 12 tahun. Saya kira bukan itu," ujarnya.

Pemerintah pusat, menurut Jokowi, justru harus terpacu setiap tahunnya untuk terus mendapat opini WTP dari BPK. Raihan tersebut wajib menjadi sebuah standar bagi semua pihak. Meskipun predikat tersebut tidak boleh menjadi kepuasan baik di kementerian maupun lembaga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement