Rabu 06 Dec 2017 19:03 WIB

Selama 2017, RSHS Terima 11 Pasien Difteri

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Balita menangis saat disuntik imunisasi difteri di Puskemas Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Balita menangis saat disuntik imunisasi difteri di Puskemas Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Hasan Sadikin, terus menerima pasien difteri. Menurut Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSHS dr Djatnika Setiabudi, sampai saat ini atau selama 2017 ini pihaknya sudah menangani 11 pasien difteri.

Dua di antaranya meninggal. Padahal, sebelumnya pada 2016 terdapat 9 kasus dan satu di antaranya meninggal dunia. "Di antara 20 kasus dalam dua tahun terakhir ada 3 yang dioperasi," ujar Djatnika, Selasa (6/12).

Menurut Djatnika, ada satu pasien yang sudah menjalankan terakeostomi dan bertahan. Saat ini, RSHS tengah menangani dua pasien pengidap difteri. Anak-anak yang saat ini intens dirawat di Ruang infeksi tersebut berasal dari Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Anak dari Purwakarta berumur 14 tahun yang dalam waktu dekat akan dipulangkan setelah 12 hari diisolasi di sana. Sedangkan anak asal Kabupaten Bandung Barat yang berusia 12 tahun sudah menjalani perawatan selama 5 hari. Serta, telah melalui tindakan terakeostomi semacam operasi melubangi tenggorokan yang sudah terkena selaput.

Menurut Djatnika, pasien asal Purwakarta saat ini masih dalam tahap pemulihan setelah 12 hari diisolasi. Pasien tersebut,  tinggal menunggu hasil biakan, jika sudah negatif tak ada gejala difteri dan lehernya tidak bengkak lagi maka boleh pulang. Pasien tersebut, memiliki riwayat hubungan dengan penderita difteri sebelumnya yaitu adiknya usia 6 tahun yang meninggal dunia karena difteri pada tahun lalu.

"Untuk memulangkan pasien difteri ini kami harus betul-betul berhati hati," katanya.

Namun, kata dia, pasien kebanyakan sudah bisa pulang jika selaput di tenggorokannya sudah tidak ada lagi dan hasil biakannya negatif. Kasus tersebut, trennya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal itu disebabkan oleh masih banyaknya masyarakat yang menolak untuk divaksin DPT dan juga penularan dari pembawa difteri yang tidak disadari. Kebanyakan menyerang anak-anak dan juga orang dewasa sebagian.

"Sayangnya mereka datang ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah parah," kata dia.

Djatnika mengatakan, solusi pencegahan difteri dari sekarang yaitu melalui vaksinasi yang dilakukan selama 4 kali seumur hidup sejak bayi, usia 18-24 bulan, dan dua kali ketika SD. Itu pun sepuluh tahun sekali harus divaksin lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement