REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perbedaan persepsi atas pertumbuhan ekonomi dalam bidang industri, antara Kemenperin dan Kadin dinilai mengindikasikan belum selarasnya paradigma Industri nasional. Fungsionaris Partai Perindo, Hendrik Kawilarang Luntungan menyatakan kedua institusi itu harus memiliki visi dan misi yang selaras.
Hendrik mengingatkan Kemenperin agar turut melibatkan Kadin dalam proses merumuskan sebuah rencana industrialisasi nasional. “Pemerintah kini memiliki Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang akan dilaksanakan rentang 2017-2026. Terhitung sejak 2016 porsi listrik industri di pulau Jawa-Bali adalah 67% dari porsi nasional. Jika, RUPTL ini berhasil maka pada tahun 2026 pasokan Jawa-Bali akan bertambah 39,1 Giga Watt. Meningkat sekitar 72,2% dari porsi nasional,” kata Hendrik dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Kamis (7/12).
Lebih rinci Hendrik Kawilarang Luntungan menekankan, jika potensi surplus pasokan listrik itu tidak di persiapkan dalam upaya industrialisasi nasional, maka ini bisa menjadi serangan balik terhadap pemerintah di masa depan. Karena, kata dia, jika terjadi overproduksi energi listrik juga akan melahirkan problem-problem ekonomi dan energi di masa depan. "Pemerintah akan menghadapi isu defisit keuangan dalam pengelolaan listrik dan isu pencemaran lingkungan, karena bertumpu pada PLTU batu bara," ujarnya.
Menurutnya, perbedaan dalam melihat geliat industri masih adanya egosentris kelembagaan dan miskomunikasi antara pemerintah dan pelaku industri. Karena dalam pandangannya rezim Presiden Jokowi, kata Hendrik, sangat membuka peluang tubuh pesatnya industrialisasi nasional.
“Pernyataan Menteri Airlangga terlalu muluk-muluk dalam pemaparan pencapaian, padahal kita tahu yang selama ini yang tumbuh bergerak adalah industri jasa, bukan industri manufaktur. Menteri Airlangga harus mampu menerjemahkan visi industrialisasi Presiden Jokowi. Sebaiknya, dimulai dengan membangun komunikasi dan penyesuaian visi-misi para aktor industri,” kata fungsionaris Partai Perindo ini.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga dalam sebuah orasi ilmiahnya, mengatakan bahwa industri nasional telah mencapai peningkatan 20 persen sumbangan terhadap pendapatan negara dari tahun sebelumnya. Pencapaian itu yang kemudian mengakibatkan Indonesia masuk dalam 10 jajaran elit negara industri dunia.
Kabar baik yang disampaikan oleh Kemenperin, ternyata berbanding terbalik dengan pendapat Kamar Dagang Nasional (Kadin). Roesan P Roeslani, selaku ketum Kadin justru menilai bahwa Indonesia sedang mengalami deindustrialisasi.
Rosan mengungkapkan, kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun dibandingkan era 1990-an hingga awal 2000-an. Krisis keuangan global, imbuh Rosan, berimbas pada sektor industri nasional.