REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedatangan Ustaz Abdul Somad untuk mengisi safari dakwah di Provinsi Bali sempat mendapat penolakan dari sejumlah anggota organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan yang menamakan diri Komponen Rakyat Bali (KRB). Massa yang jumlahnya kurang dari 100 orang ini beranggotakan Laskar Bali, Banaspati, Patriot Garuda Nusantara (PGN), Perguruan Sandhi Murti, dan ormas kepemudaan lainnya.
KRB sempat menghadang Ustaz Somad di Hotel Aston, Denpasar, tempatnya menginap. Unjuk rasa itu berakhir dengan mediasi dan safari dakwah Ustaz Somad pun kembali dilanjutkan.
Namun, lini masa menilai, penghadangan terhadap Ustaz Somad dengan cara merengsek masuk ke dalam Hotel Aston tempat ulama asal Pekanbaru itu menginap adalah satu bentuk persekusi. Sekretaris Jenderal Laskar Bali, I Ketut Ismaya yang ikut serta dalam unjuk rasa tersebut telah terlebih dahulu menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh umat Muslim di Indonesia, khususnya Muslim di Bali. Pernyataannya tersebut dituliskan di akun resmi Facebook-nya dengan nama sama.
Raja Bali, Ida Cokorda Pemecutan XI juga mengingatkan kembali eratnya persaudaraan antara Muslim dan Hindu yang telah terbina sejak dulu. Ida Cokorda Pemecutan XI menjadi salah satu tokoh masyarakat Bali yang hadir dan mendampingi langsung Ustaz Abdul Somad dalam safari dakwahnya di Masjid Baiturrohman, Denpasar.
Kementerian Agama mendorong agar persoalan antara Ustaz Somad dan penolaknya diselesaikan secara islah. Ini adalah jalan terbaik yang dianjurkan dalam Islam untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa.
"Jalan terbaik adalah islah dan pengislahnya harus ada. Ada banyak majelis, termasuk pertemuan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Bali menjadi contoh bagus untuk kerukunan umat beragama," kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki, Senin (11/12).
Mastuki mengatakan, permasalahan hukum bisa diproses karena memang itu adalah hak setiap warga negara. Namun, proses hukum ini jangan sampai dibenturkan ke masalah agama.
Menurut Mastuki, Bali salah satu wilayah yang sangat beragam di Indonesia. Salah satu kompleks peribadatan bersama bahkan dibangun di sana dengan nama Kompleks Puja Manggala. Lima rumah ibadah dari lima agama berbeda berdiri berdampingan.
Masyarakat Bali, sebut Mastuki bukan masyarakat homogen. Seperti halnya daerah lain, Bali juga heterogen, sehingga problem seperti penolakan ini hendaknya tidak disikapi berlebihan.
Sejatinya, kata Mastuki, masyarakat Bali punya cara lebih mudah dan lebih elegan untuk menyamakan titik-titik pertemuan antarumat beragama. Semangat itu sudah dibangung sejak lama. Hubungan umat Hindu dan Islam di Bali tak bisa dinafikan karena keduanya sudah dekat dan bersatu.
"Jika tidak, mana mungkin masjid-masjid besar, seperti Ibnu Batutah, An-Nur, Baiturrahman bisa didirikan di sana," katanya.