REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto, Maqdir Ismail menilai ada yang janggal dalam surat dakwaan yang akan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) pada sidang pertama kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el pada Rabu (13/12) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Salah satu contoh yang janggal begini ada seorang yang disebut dalam dua surat dakwaan menerima uang 4,5 juta dolar AS tetapi dalam perkaranya pak Novanto, orang yang tadi terima 4,5 juta dolar AS tinggal terima ruko. Ini kan enggak make sense pergantian. Ini tidak benar dan tidak masuk di akal bagaimana bisa dalam dua perkara itu disebut terima 4,5 juta dolar AS tapi di perkara lain dia terima ruko. Itu salah satu contoh, belum yang lain-lain, itu nanti akan kami sampaikan di dalam eksepsi kami," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).
Menurut Maqdir, dalam sidang perdana ini, pihaknya hanya akan duduk manis mendengarkan dakwaan dari JPU KPK. Namun, Maqdir menyesalkan sikap KPK yang terkesan terburu-buru dalam penanganan kasus Novanto.
"Kita bicara soal kepatutan. KPK tahu bahwa dalam perkara ini mereka sedang menghadapi praperadilan ya kan. Apa sih kegentingan memaksa sehingga dalam waktu satu hari sejak diterima berkas perkara dan oleh penuntut umum sehingga pada hari yang sama itu dilimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan. Tak ada kegentingan memaksa. Apa sih kepentingan mendesaknya KPK melimpahkan perkara ini ke pengadilan, tidak ada. Ini lebih kepada mau menang-menangan saja kan. Karena mereka punya kewenangan," tutur Maqdir.
Hari ini JPU KPK akan membacakan surat dakwaan untuk Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta.Pengadilan Tipikor Jakarta telah menetapkan majelis hakim dimana Ketua Majelis Hakim merupakan Dr. Yanto yang merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara anggota majelis hakim yakni hakim anggota 1 ada Hakim Frangki Tambuwun, anggota 2 Hakim Emilia Djajasubagja, Hakim ad-hoc ada Hakim Anwar dan Hakim Ansyori Syaifudin.Kemudian untuk panitera pengganti ada Roma Siallagan, Martin dan Yuris.
Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-el pada Jumat (10/11), setelah sebelumnya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 September 2017 dengan hakim tunggal Cepi Iskandar membatalkan status tersangkanya.
Atas penetapan kembali sebagai tersangka itu Setya Novanto pun sekali lagi mengajukan praperadilan ke pengadilan yang sama. Praperadilan jilid dua itu ditangani hakim tunggal Kusno.