REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Penerbitan Yudhistira Ghalia Indonesia, Djadja Subagdja memastikan akan menarik buku IPS kelas VI terbitan Yudhistira yang menuliskan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Djadja mengakui, kesalahan dalam buku tersebut sangat memalukan dan mencederai perjuangan masyarakat Palestina.
"Setelah kami rundingkan kembali, Insya Allah buku tersebut akan ditarik. Sebelumnya, kami juga telah memohon maaf yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak," ungkap Djadja kepada Republika, Rabu (13/12).
(Baca juga: KPAI Jadwalkan Pemanggilan Penerbit Buku Yudhistira)
Dia meyakinkan, penulisan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada buku IPS terbitan Yudhistira bukanlah hal yang disengaja melainkan semata-mata karena kekeliruan dalam hal pengutipan sumber, serta keluputan saat proses pengeditan buku.
Djadja yang juga menjabat sebagai pengurus Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menyebutkan bahwa saat ini IKAPI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang menyusun standar kerja untuk dunia penerbitan.
"Besok itu akan ada konvensi, karena sebelumnya sudah ada rapat prakonvensi. Jadi kalau misalkan besok disetujui, maka tahun depan akan sudah terbentuk lembaga sertifikasi para pekerja perbukuan," ungkap Djadja.
Dengan terbentuknya standar kerja tersebut, Djadja berharap, akan bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas penerbitan buku di Indonesia. Sehingga, kesalahan-kesalahan yang terjadi kali ini tidak akan terulang.
Sebelumnya, masyarakat mengeluhkan sejumlah buku IPS kelas VI yang menuliskan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Kesalahan penulisan tersebut tertulis pada sejumlah buku IPS, seperti pada buku IPS kelas VI terbitan Yudhistira, lalu karangan Sutoyo dan Leo Agung, serta buku karangan Irawan Sadad Sadiman dan Shendy Amalia yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.