Kamis 14 Dec 2017 15:44 WIB

Hakim: Praperadilan Setnov Gugur Setelah Sidang Dimulai

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
Hakim Tunggal Kusno saat memimpin sidang pututsan praperadilan Ketua DPR nonaktif Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hakim Tunggal Kusno saat memimpin sidang pututsan praperadilan Ketua DPR nonaktif Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Tunggal Kusno menggugurkan praperadilan yang diajukan oleh Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto pada Kamis (14/12). Diketahui pada Rabu (13/12) Majelis Hakim Pengadilan Tipikor membuka persidangan perkara korupsi KTP-elektronik dengan agenda pembacaan dakwaan untuk Setya Novanto.

Adapun dalam putusannya, Hakim Tunggal Kusno memiliki 8 pertimbangan sehingga menetapkan gugatan praperadilan dengan nomor register perkara133/Pid.Pra/2017/PN JKT.SELbatal dan tidak sah.

"Menimbang bahwa setelah membaca surat permohonannya, termohon tetap pada pendiriannya, pertama menimbang bahwa terhadap permohonan praperadilan yang diajukan pemohon tersebut termohon mengajukan jawaban yang pokoknya sebagai berikut dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya," kata Hakim Kusno di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12).

Kedua, sambung Kusno, menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon merupakan kompetensi absolut persdilan tata usaha negara dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memiliki kompetensi absolut menangani permohonan praperadilan yang diajukan pemohon (Setya Novanto). Ketiga, lanjut Hakim Kusno, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memilikikompetensi relatif menangani permohonan praperadilan yang diajukan pemohon.

"Keempat, menyatakan permohonan praperadilan gugur. Kelima menyatakan permohonan bukan lingkup praperadilan," kata Kusno.

Keenam, lanjut Kusno, menyatakan permohonan praperadilan merupakan materi pokok perkara. "Ketujuh menyatakan praperadilan tidak jelas dan kabur. Kedelapan menyatakan praperadilan tidak dapat diterima," ucapnya.

Adapun pertimbangan menggugurkan praperadilan sesuai ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang mengatur bahwa dalam suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan perkara mengenai permintaan praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.

"Menimbang bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP telah diperjelas melalui keputusan MK nomor 102/PUU/XIII/2015 yang menyatakan bahwa untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat setelah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan," terang Hakim Kusno.

Ia melanjutkan,menurut mahkamah penegasan inilah yang sebenarnya sesuai dengan hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayata (1) huruf d UU Nomor 8 tahun 1981.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut demi terciptanya kepastian hukum mahkamah perlu memberikan penafsiran mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo yaitu permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement