REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pejabat HAM PBB mengaku tidak akan terkejut jika sebuah pengadilan memutuskan tindakan genosida telah dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad al-Hussein mengatakan kepada BBC serangan terhadap Rohingya telah direncanakan. Dia telah meminta pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi berbuat lebih banyak dalam menghentikan tindakan militer tersebut.
Zeid menghubungi Suu Kyi pada Januari lalu. Zeid telah menyebut tindakan yang dilakukan militer Myanmar sebagai pembersihan etnis.
"Unsur-unsur tersebut menyarankan Anda tidak mengesampingkan kemungkinan tindakan genosida dilakukan. Sangat sulit untuk ditetapkan karena ambang batasnya tinggi," katanya.
Myanmar membantah melakukan kekejaman terhadap orang Rohingya dan menolak kritik PBB atas politisasi dan keberpihakannya. Militer Myanmar mengatakan tindakan keras tersebut adalah operasi kontrapemberontakan yang sah.
Zeid mengatakan tanggapan Myanmar terhadap keprihatinan serius masyarakat internasional membuatnya takut krisis saat ini akan menjadi fase pembukaan yang jauh lebih buruk. Dia mengaku khawatir kelompok jihad dapat terbentuk di kamp-kamp pengungsian besar di Bangladesh dan bahkan melancarkan serangan di Myanmar yang menargetkan kuil Buddha di sana.
Ia menerangkan, Myanmar bukan anggota Pengadilan Pidana Internasional sehingga rujukan ke pengadilan hanya dapat dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB. Tapi sekutu Myanmar, Cina bisa memveto rujukan semacam itu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dimaksudkan menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama secara keseluruhan atau sebagian. Penunjukan seperti itu jarang ditemukan di bawah hukum internasional, namun telah digunakan dalam konteks termasuk Bosnia, Sudan dan sebuah kampanye ISIS melawan komunitas Yazidi di Irak dan Suriah.
Hampir 870 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, termasuk sekitar 660 ribu orang yang tiba setelah 25 Agustus ketika gerilyawan Rohingya menyerang pos keamanan dan tentara Myanmar melancarkan serangan balasan.
Penyelidik PBB telah mendengar kesaksian Rohingya tentang pola pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan pembakaran yang konsisten dan metodis.
Suu Kyi telah menghadapi kritik internasional yang besar atas tanggapannya terhadap krisis tersebut, meski tidak memiliki kendali atas para jenderal, namun ia harus berbagi kekuasaan dengan transisi Myanmar setelah berpuluh-puluh tahun menjalankan pemerintahan militer.