REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Umat Islam di Kotagede Yogyakarta akan menggelar pengajian akbar usai shalat Jumat (22/12) besok. Pengisi tabligh akbar dan pembaretan anggota (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) nanti adalah Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Bachtiar Nasir.
“Pengajian dan pembaretan dilakukan di Masjid Gede Mataram Kotagede, Yogyakarta,” kata panitia dan komandan Kokam Kotagede, Pramudya Ananto, dalam siaran persnya, Rabu (20/12).
Tema pengajian yang digelar di wilayah lahirnya Islam Mataram ini adalah “Persatuan umat untuk merajut kebersamaan”. Masyarakat Kotagede masih sangat menjunjung tinggi budaya lokal tanpa kemusyrikan. Perkembangan Islam di daerah itu terbilang pesat dan hingga kini masih dipegang erat.
Bachtiar juga telah menyatakan kesiapannya hadir dalam acara tabligh akbar tersebut. Ia juga menyinggung soal sejarah Islam Mataram dari peralihan Mataram Hindu. Di zaman milenial ini, menurut dia, justru banyak tantangan bagi umat Muslim menghadapi percaturan dunia.
“Menjaga kesatuan umat untuk kebersamaan sangat penting di zaman milenial ini,” kata dia.
Sejarah peralihan dari Hindu Mataram ke Islam Mataram di Kotagede menjadi contoh harmoni antar umat beragama. Tidak ada konflik yang terjadi. Bahkan bangunan berornamen Hindu masih terjaga.
“Masjid Gede Mataram Kotagede masih ada ornamen agama Hindu,” kata Muhammad Nasir Chirzin, tokoh agama dan budaya Kotagede.
Ia menyebut, di daerah Kotagede masyarakatnya sangat kompleks soal agama. Kerukunan antar penganut agama Islam, Hindu, Budha, Kristen, Konghucu, aliran kepercayaan dan lainnya dinilai sangat harmonis. Harmoni dalam kehidupan di Kotagede sangat terjaga karena masyarakatnya sadar pentingnya hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan.
Nasir menyatakan, Kotagede sebagai sebuah kota lama tentu memiliki dinamika dan sejarah yang panjang. Sebagai sebuah kota besar dan maju pada masa Panembahan Senopati. Kotagede tidak hanya menjadi pusat perdagangan, namun juga menjadi satu pusat kebudayaan dan agama.
Nasir menambahkan, keberadaan Muhammadiyah di Kotagede juga menjadi suatu sejarah yang menarik. Kotagede disebut sebagai salah satu “as-sabiqunal awwalun” di dalam Muhammadiyah. "Artinya ketika KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, beberapa warga Kotagede mulai mengikuti dan mulai menjalankan Muhammadiyah di daerah ini," katanya.