REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nasab perempuan ini berada dalam jalur yang mulia. Ayahnya adakah Syekh Al Azhar Mesir. Garis silsilahnya sampai pada khalifah pemberani nan tawadhu, Umar bin Khattab RA. Jiwa keberanian itu melekat kuat dalam diri Zainab al-Ghazali.
Nama lengkapnya Zaenab Muhammad al-Gahazali al-Jibli. Daiyah di Bumi Kinanah Mesir yang berani berdiri tegak menghalau kezaliman. Wanita kelahiran 2 Januari 1917 adalah mercusuar Muslimah Mesir dalam menentang segala bentuk perusakan akidah umat.
Syahdan suatu ketika menteri pendidikan Mesir saat itu ingin menggelar konser musik besar. Lokasi konser berada di halaman Masjid Ibnu Thulun, salah satu masjid tertua di Mesir. Pada saat yang bersamaan di Masjid Ibnu Thulun sedang digelar kajian Islam yang mendatangkan ribuan jamaah.
Seketika, Zainab bangkit dan berseru kepada jamaah. “Siapa yang ingin mati syahid dan berada di surga?” teriaknya kepada jamaah. Sontak ribuan jamaah yang didominasi Muslimah bangkit dan membongkar tenda dan peralatan konser yang sudah disiapkan.
Peristiwa ini langsung mendapat perhatian langsung perdana menteri Mesir waktu itu, Musthafa Basya an-Nuhas. Ia langsung membatalkan acara konser yang digelar untuk menyambut kedatangan tokoh orientalis asal Prancis ke Kairo.
Zaenab bak singa bagi kaum Muslimah Mesir. Keteguhannya dalam dakwah luar biasa. Ia banyak mengambil ilmu dari para mufti Al Azhar. Saat masih berusia muda, ia melakukan pencarian kebenaran. Ia pernah bergabung dengan gerakan feminis Mesir dan sempat melepas jilbab. Zaenab hanya memakai penutup kepala dan mulai menyuarakan feminisme.
Hubungannya dengan para gurunya di Al Azhar pun sempat renggang. Hingga suatu ketika ia ditimpa kecelakaan di rumahnya. Saat sakit mendera, ia berazam akan kembali meneguhkan diri dalam jalan Islam. Ia kembali mengenakan jilbabnya menutup aurat. Ia bahkan mendirikan gerakan dakwah Muslimah bernama Jamaah Sayyidah Muslimah. Padahal, waktu itu ia baru berumur 20 tahun.
Aktivitasnya di pergerakan dakwah Mesir menarik perhatian pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna. Hasan al-Banna sempat menawarkan Zaenab untuk bergabung dengan al-Ikhwan. Namun, waktu itu ia masih ingin fokus ke Sayyidah Muslimah dan berjanji suatu saat akan mendukung Ikhwanul Muslimin.
Saat Ikhwanul Muslimin dibubarkan pemerintah tahun 1948, simpati Zaenab justru tumbuh. Ia mengikrarkan diri menjadi bagian perjuangan al-Ikhwan. Saat Hasan al-Banna dibunuh tahun 1949, Zaenab semakin merapatkan barisan bersama dakwah Ikhwan menentang rezim Abdul Naseer.
Ia berinteraksi dengan tokoh-tokoh Ikhwan, seperti Hasan al-Hudaibi, Umar al-Tilmisani, dan Sayyid Qutb. Ia pernah mendirikan kelas intensif mengkaji agama bersama Sayyid Qutb dalam kajian sembunyi-sembunyi. Saat itu seluruh aktivitas dan dakwah Ikhwanul Muslimin dilarang.
Pada 1965, ia ditangkap dengan tuduhan ingin berkhianat menjatuhkan pemerintah. Ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara Sayyid Qutb, yang divonis dalang pemberontakan, bersama dengan tujuh orang lain dihukum mati.
Zaenab disiksa, dicambuk, dan dikurung dalam tahanan yang tak manusiawi. Ia menuliskan kisah-kisah selama di penjara dalam sebuah buku Ayyam min Hayyati. Dalam sebuah episode penyiksaan ia menulis:
“Aku dimasukkan dalam sebuah ruangan dan lampu begitu terang. Di sana sudah menunggu banyak anjing yang menyalak. Aku tidak bisa menghitung berapa banyak. Aku menutup mata dan meletakkan tangan di dada. Dalam hitungan detik, anjing-anjing itu mengeram dan mengerumuniku. Aku bisa merasakan gemeretak gigi mereka menyobek bajuku. Aku hanya mengepalkan tangan dan mulai menyebut ‘Ya Allah! Ya Allah!’ Aku mengira pasti banyak darah keluar dari tubuhku. Tetapi, luar biasa tidak ada noda darah di bajuku seolah-olah anjing-anjing itu tidak pernah ada di dalam ruangan.”
Segala macam deraan saat di penjara tidak menyurutkan semangatnya berdakwah. Ia lalu dibebaskan pada 1971 saat rezim berganti. Setelah bebas, ia sempat ditawari untuk menghidupkan kembali majalah Sayyidah Muslimah. Namun, ia menolak karena persyaratannya ia harus mengikuti kehendak donatur.
Ia lebih mengabdikan diri kepada dakwah Islam. Ia berkeliling ke seluruh penjuru Mesir mengajar agama. Ia bahkan berkeliling dunia mengunjungi Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania, AlJazair, Turki, Sudan, India, Prancis, Amerika, Kanada, Spanyol, dan lain sebagainya untuk berdakwah. Sang Mujahidah akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 3 Agustus 2005 pada usia 88 tahun.