REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei dilaporkan menggelar pertemuan penting untuk membahas demonstrasi yang terjadi di sejumlah kota. Khamenei mengumpulkan petinggi partai polisi dan kepala keamanan.
Dalam laporan yang dibocorkan Fox News dan dilansir Al-Arabiya, Jumat (2/1), para pemimpin menyatakan kekhawatiran protes tersebut telah mempengaruhi sektor ekonomi dan mengancam keamanan negara.
Pertemuan tertutup tersebut digelar hingga 31 Desember. Pertemuan yang diterjemahkan dari bahasa Farsi ke Inggris itu diperoleh dari sumber di National Council of Resistance of Iran (NCRI)
"Para pemuka agama dan pemimpin nasional harus melihat masalah ini secepatnya dan mencegah supaya tidak memburuk," tulis laporan tersebut. "Tuhan menolong kita, ini merupakan masalah yang kompleks dan berbeda dengan persoalan sebelumnya."
"Di Teheran, orang-orang meneriakkan slogan melawan Khamenei dan slogan itu digunakan kemarin juga melawan Khamenei," tulis laporan itu menambahkan.
Menurut Fox News, catatan rapat tersebut menyatakan divisi intelijen Garda Revolusi Iran (IRGC) memonitor masalah ini dan berkoordinasi untuk menangani protes.
Mereka juga menyebut pemimpin NCRI, Maryam Rajavi dan orang-orang Barat bersatu untuk pertama kalinya. "Maryam Rajavi berharap agar ada perubahan rezim," tulis catatan itu. Para petinggi juga menyebut aksi protes ini teroganisir.
Aksi demonstrasi di Iran kembali menelan sembilan korban jiwa pada Senin (1/1) malam waktu setempat. Demonstrasi yang telah memasuki hari keenam ini diperkirakan telah menyebabkan 21 orang tewas.
Dilaporkan laman the Guardian, enam dari sembilan korban tewas saat mereka mencoba menyerbu sebuah kantor polisi di kota Qahderijan di wilayah Isfahan tengah.
Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun dan pria berusia 21`tahun juga tewas di kota Khomeinishahr. Sementara seorang anggota Garda Revolusi Iran tewas di kota Najafabad.
Gelombang demonstrasi di Iran dimulai pada Kamis pekan lalu. Aksi bermula di kota Masyhad, kemudian menjalar ke kota-kota di seluruh Iran. Mereka memprotes dan mengecam melonjaknya harga komoditas di negara tersebut.
Massa aksi pun menghujat Presiden Iran Hassan Rouhani dan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Kedua pemimpin Iran tersebut dianggap bertanggung jawab atas ketidakstabilan yang tengah terjadi.
Rouhani telah mengakui kemarahan rakyatnya diakibatkan oleh perekonomian yang kian lesu. Kendati demikian, ia menegaskan pemerintah tidak akan ragu untuk menindak massa yang dianggap melanggar hukum.
Akhir pekan lalu, Pemerintah Iran pun telah memblokir akses ke media sosial, termasuk Telegram dan Instagram. Namun pemerintah menegaskan pemblokiran tersebut dilakukan hanya untuk sementara. Setidaknya hingga pergolakan di dalam negeri selesai.
Kantor berita resmi Iran melaporkan, sejak akhir pekan lalu, sekitar 450 demonstran telah ditangkap oleh otoritas keamanan di Teheran. Kendati demikian, otoritas berwenang di Iran belum merilis laporan resmi terkait jumlah demonstran yang telah ditangkap.