REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN–Seorang ulama Sunni Iran mendesak pemerintah untuk membebaskan ribuan pengunjuk rasa yang ditahan selama masa protes.
Dia juga meminta pemerintah menghentikan eksekusi para demonstran selama kerusuhan yang telah berlangsung selama tiga bulan.
Molavi Abdolhamid, seorang ulama Sunni yang vokal, mengkritik hukuman mati tersebut dalam situs webnya.
“Kami dengan penuh kasih merekomendasikan agar Anda membebaskan para tahanan baru-baru ini yang ditahan selama protes ini dan tidak memperlakukan mereka dengan kasar. Kebanyakan dari mereka masih muda dan sangat muda. Bebaskan pria dan wanita muda,” kata Molavi Abdolhamid dilansir dari Al Arabiya, Jumat (16/12/2022).
“Jangan menuduh mereka (pelanggaran berat), dan jika ya, mereka tidak boleh dihukum mati,” kata ulama itu dalam khutbah sholat Jumat.
Usai khutbah, para demonstran turun ke jalan-jalan di Zahedan, ibu kota provinsi miskin Sistan-Baluchestan di tenggara. “Bangsa ini menginginkan kebebasan, dia menginginkan negara yang makmur!” teriak mereka, dalam video yang diposting di media sosial.
Reuters tidak dapat segera memverifikasi rekaman tersebut. Dalam kerusuhan lanjutan di bagian lain Iran, penyerang tak dikenal merusak sebuah masjid di provinsi Lorestan Barat pada Jumat pagi dengan melemparkan bom molotov.
Menurut kantor berita aktivis HRANA, 495 pengunjuk rasa telah tewas hingga kini, termasuk 68 anak di bawah umur. Enam puluh dua anggota pasukan keamanan juga tewas. Dikatakan lebih dari 18.400 diperkirakan telah ditangkap.
Pada Rabu lalu, Iran dikeluarkan dari lembaga perempuan PBB karena kebijakan yang bertentangan dengan hak-hak perempuan dan anak perempuan, sebuah langkah yang diusulkan oleh Amerika Serikat atas tindakan keras Teheran terhadap protes yang sering dipimpin oleh perempuan.
Sementara Amnesty International mengatakan 26 orang menghadapi kemungkinan eksekusi setelah Iran menggantung dua orang yang ditangkap atas protes yang meletus setelah kematian wanita muda Kurdi Iran Mahsa Amini pada 16 September.
Kerusuhan, di mana para demonstran dari semua lapisan masyarakat menyerukan jatuhnya teokrasi yang berkuasa di Iran, merupakan salah satu tantangan terbesar bagi Republik Iran yang dikuasai Muslim Syiah sejak Revolusi 1979.
"Setidaknya 26 orang menghadapi risiko besar eksekusi sehubungan dengan protes nasional setelah otoritas Iran secara sewenang-wenang mengeksekusi dua orang setelah pengadilan palsu yang sangat tidak adil dalam upaya menanamkan ketakutan di kalangan publik dan mengakhiri protes," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan.
"Dari 26 orang, setidaknya 11 orang dijatuhi hukuman mati dan 15 orang didakwa melakukan pelanggaran berat dan menunggu atau menjalani persidangan," katanya.