Oleh Gilang Akbar Prambadi
Wartawan Republika
Perburuan gelar juara Liga Primer Inggris 2017/2018 mulai mengerucut ke sejumlah kontestan. Manchester City di puncak klasemen sementara jadi yang terdepan dengan sudah mengoleksi 59 angka dari 21 kali berlaga.
Laju City sebenarnya nyaris tak mampu dikuntit oleh tim manapun. Mereka yang mengisi posisi kedua sampai keempat punya raihan angka yang terpaut sangat jauh. Manchester United (MU) yang duduk di peringkat kedua saja terpisah sampai 12 angka. Artinya, andaikan kalah dalam tiga pertandingan beruntun pun, City tetap akan aman duduk di peringkat pertama.
Perbedaan angka ini masih bisa melebar karena City baru akan memainkan laga pekan ke-22, Rabu (3/1) dini hari WIB. Jika City bisa menekuk lawan mereka nanti, Watford, maka perbedaan angka antara duo Manchester akan semakin melebar. Sebagai kompetisi yang banyak dilabeli sebagai liga terketat di dunia, membentangnya perbedaan angka antara peringkat pertama dan kedua tentu bukanlah pemandangan yang seharusnya.
Jika dibandingkan dengan empat liga top Eropa lainnya musim ini maka Liga Primer Inggris justru bagaikan perlombaan yang sangat mudah bagi City. Di bundesliga Jerman misalnya. Bayern Muenchen di posisi puncak juga punya jarak yang sangat lebar dengan posisi kedua, Schalke 04. Yakni, mencapai 11 angka. Namun, laju Muenchen tak semulus City dalam merengkuh tahta puncak klasemen.
Muenchen sempat kelabakan di awal musim. Catatan Die Roten hingga paruh musim adalah 13 menang, dua seri, dan dua kalah. Bandingkan dengan City. Dari 21 pertandingan, tak ada satupun tim yang bisa menodai Leroy Sane dan kawan-kawan dengan kekalahan. City mencetak 19 kemenangan, dua seri, dan nol kalah sepanjang musim.
Dari 19 kemenangan yang ditorehkan City, 18 di antaranya ditorehkan secara beruntun. Hanya Everton dan Crystal Palace yang sempat membuat City kembali membumi dengan mampu menahan pasukan Manchester Biru dengan skor akhir seri. Everton melakukannya pada pekan kedua (1-1) sedangkan Palace pada malam tahun baru 2018 (0-0).
Tak heran, legenda Liverpool Jamie Carragher yang pernah lama malang melintang di kancah Liga Primer Inggris pun geram dengan keadaan saat ini. Sosok yang pernah mencicipi Liga Primer Inggris dari 1996 sampai 2013 ini menuding kontestan lainnya sebagai penyebab City begitu mulus dalam mengumpulkan angka.
Carragher merasa keheranan karena banyak tim yang malah bermain bertahan ketika berjumpa City. Bahkan, beberapa di antaranya seperti ogah melakukan serangan karena khawatir pertahanan sendiri terbuka. Sikap tim-tim Liga Primer Inggris yang memilih bermain sepak bola negatif (negative football) ketika bertemu City inilah yang tak disukai oleh Carragher.
Menurut mantan bek timnas Inggris ini, liga di negaranya dikenal sebagai penganut Kick n Rush. Siapapun lawannya, klub-klub Bumi Ratu Elizabeth tak akan ragu bermain terbuka demi mencari gol.
"Namun kini yang terjadi tim-tim di Inggris sangat ketakutan melawan City. Liga Primer Inggris benar-benar berubah menjadi lelucon," kata sosok yang akrab disapa Carra ini dikutip dari Sky Sports, Selasa (2/1).
Apa yang Carragher utarakan seharusnya sampai ke telinga para pelatih di Liga Primer Inggris. Jika terus membiarkan City bebas memainkan pola yang Josep Guardiola terapkan maka bukan tak mungkin Liga Primer Inggris akan dibuat seperti Bundesliga Jerman dan La Liga Spanyol oleh Guardiola.
Pelatih asal Spanyol ini memang terkenal jenius dalam urusan meracik tim agar bermain mengerikan saat menyerang. Bersama Barcelona, Guardiola pernah menguasai La Liga Spanyol. Dengan Muenchen, pelatih kelahiran Katalunya ini sempat mendominasi Bundesliga.
Di La Liga, Barcelona racikan Guardiola tercatat sebagai tim yang punya laju tak terkalahkan paling lama. Saat itu, Barca besutannya sukses melalui 23 laga beruntun tanpa kalah dari 14 Februari 2010 sampai 30 April 2011. Bersama Muenchen, Guardiola pernah mencatatkan rekor 19 kemenangan beruntun di ajang Bundesliga pada musim 2013/2014.
Andai tak ada yang bisa memberikan kekalahan kepada City dalam sisa musim 2017/2018 ini, status sebagai kompetisi terketat di dunia milik Liga Primer Inggris tentu layak untuk direvisi.