Rabu 03 Jan 2018 19:21 WIB

112 Kasus Difteri Tercatat di Aceh Selama 2017

Siswa mendapatkan suntikan imunisasi Tetanus saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SDN-1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/10). Penyuntikan imunisasi TD (Tetanus Toxoid) dan DT (Difteri Tetanus) program BIAS Kementerian Kesehatan.
Foto: Antara
Siswa mendapatkan suntikan imunisasi Tetanus saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SDN-1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/10). Penyuntikan imunisasi TD (Tetanus Toxoid) dan DT (Difteri Tetanus) program BIAS Kementerian Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Dinas Kesehatan Provinsi Aceh mencatat 112 kasus difteri di provinsi ujung barat Indonesia tersebut sepanjang 2017. "Kami mencatat sepanjang 2017 terjadi 112 kasus difteri di Aceh," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Aceh Abdul Fatah di Banda Aceh, Rabu (3/1).

Dari 112 kasus difteri, kata Abdul Fatah, lima di antaranya meninggal dunia, yakni dari Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie Jaya, Bireuen, dan Banda Aceh masing-masing satu orang. Abdul Fatah menyebutkan, 112 kasus difteri tersebut tersebar di 14 dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Yaitu, Aceh Timur 18 kasus, Pidie Jaya dan Banda Aceh masing-masing 17 kasus, Bireuen dan Aceh Utara masing-masing 13 kasus.

Kemudian, Pidie 11 kasus, Aceh Besar delapan kasus, Lhokseumawe lima kasus, Aceh Barat empat kasus, Sabang dua kasus, serta Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara masing-masing satu kasus. Jika dibanding tahun sebelumnya, sebut Abdul Fatah, kasus difteri terjadi 2017 merupakan yang terbanyak di Aceh dalam rentang lima tahun terakhir. Kasus difteri pertama sekali ditemukan di Aceh pada 2012.

"Difteri pertama kali ditemukan pada 2012, namun jumlah kasusnya tidak terlalu banyak hanya lima kasus dengan kematian satu kasus," kata Abdul Fatah menyebutkan.

Pada 2013 ditemukan enam kasus dengan kematian dua kasus, 2014 lima kasus dengan kematian satu kasus. Sedangkan pada 2015 tidak ditemukan, dan 2016 sebanyak 11 kasus dengan kematian tiga kasus.

Namun, pada 2017, kasus difteri melonjak drastis menjadi 112 kasus dengan kematian lima kasus. "Data ini kasus difteri tersebut merupakan pembaruan terakhir tertanggal 2 Januari lalu," kata Abdul Fatah.

Dari hasil investigasi, 95 persen kasus difteri di Aceh terjadi karena pasien atau korban tidak pernah mendapat imunisasi. Selebihnya lima persen lagi, mendapat imunisasi, tetapi imunisasi yang diberikan tidak lengkap.

Abdul Fatah menjelaskan, penyakit difteri ini sangat cepat menular melalui udara, seperti batuk, kena percik air liur maupun terkena sentuhan. Penyakit ini menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan disertai demam dan sesak nafas.

Oleh karena itu, kata dia, Dinas Kesehatan Aceh mengimbau orang tua memberikan imunisasi lengkap dan berkala kepada anak. Sebab, imunisasi merupakan upaya mencegah tertularnya virus difteri.

"Imunisasi ini untuk kekebalan tubuh dan diberikan secara berkala. Imunisasi tidak bisa diberikan ketika si anak terserang virus. Karena itu, berikan imunisasi secara lengkap dan berkala kepada anak," kata Abdul Fatah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement