REPUBLIKA.CO.ID, BOJONEGORO -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Jawa Timur, memberlakukan siaga darurat bencana. Langkah ini sebagai usaha mengantisipasi adanya ancaman berbagai bencana dengan mempertimbangakan curah hujan tinggi selama Januari-Februari.
"Pemberlakuan siaga darurat bencana sejak 1 Januari sampai akhir Maret," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Bojonegoro, Eko Susanto, Selasa (9/1).
Menurut dia, dengan curah hujan yang tinggi selama dua bulan itu berpotensi terjadi banjir luapan Bengawan Solo, banjir bandang, tanah longsor, juga bencana lainnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, BPBD memberlakukan pemantauan ancaman bencana dengan melakukan jadwal piket selama 24 jam. "Seluruh personel BPBD bergantian melakukan piket melakukan pemantauan ancaman bencana," ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, piket pemantauan ancaman bencana masih ditangani intern BPBD belum melibatkan berbagai instansi terkait, mulai pemantauan fluktuasi ketinggian air Bengawan Solo juga ancaman bencana yang lainnya.
"Kalau memang bencana yang terjadi cukup besar, misalnya, luapan Bengawan Solo masuk siaga III-merah maka penanganannya akan melibatkan berbagai instansi terkait," kata dia, dibenarkan Kasi Kedarutan dan Logistik BPBD MZ Budi Mulyono.
Dari pantauan yang dilakukan, kata dia, ketinggian air Bengawan Solo di hilir, Jawa Timur, yang sempat masuk siaga banjir sekarang ini ada kencenderungan menurun.
"Ketinggian air Bengawan Solo di Bojonegoro juga di daerah hulu Ngawi, sekarang ini di bawah siaga banjir," ujarnya.
Data di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro menyebutkan ketinggian air di taman Bengawan Solo (TBS) Bojonegoro mencapai 12,88 meter pukul 15.00 WIB.
"Ketinggian air di Ngawi juga mulai surut," ujar Petugas Posko UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro Budi Indro.