REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibanding peta-peta yang ada sebelumnya, petapeta yang dbuat kaum Muslimin memiliki keistimewaan, yakni lebih cermat dalam proses pembuatannya. “Itu karena peta-peta tersebut dibuat oleh para ahli geografi pengembara, yang aktivitasnya melakukan perjalanan dan menyaksikan langsung berbagai hal yang berkenaan dengan perjalanan itu,’’ tulis Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghuts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul.
Secara umum, kaum Muslimin telah menaruh perhatian pada fenomena-fenomena geografis sejak mereka bertolak ke luar wilayah Semenanjung Arab untuk berdakwah. Mereka mulai menjelaskan fenomena- fenomena tersebut dan melukiskan gambargambar skematik serta garis-garis petanya. Hal itu dilakukan dalam rangka menerapkan sistem administrasi untuk melaksanakan dan mengawasi zakat, pajak, dan jizya.
Ahli geografi Islam dan penulis kitab Nuzhat al- Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, al-Idrisi, dipandang sebagai bukti terbaik untuk contoh peta yang detail tersebut. Ia memasukkan pengetahuan tentang Afrika, Samudra Hindia, dan Timur Jauh ke dalam petanya.
Al-Idrisi mengumpulkan pengetahuan itu dari para pedagang Arab dan penjelajah dengan informasi yang diwarisinya dari geografi klasik untuk menciptakan peta yang akurat. SP Scott (1904) dalam History of the Moorish Empiremengatakan, peta al-Idrisi menjadi peta dunia paling akurat selama tiga abad berikutnya.
Selain al-Idrisi, beberapa tokoh lain dari kalangan Muslim yang berkontribusi pada perkembangan kartografi adalahYaqut al-Humawi (1179–1229), Ibnu Majid al-Najdi (1436-1500), Abu al-Salt (1068–1134), dan Ibnu Jubayr (1145–1217).
Dalam sejarah penaklukan Islam, peta-peta tersebut merupakan faktor penting sekaligus media efektif yang mempermudah proses penaklukan. Peta dianggap sebagai media bantu terbaik setelah Allah dalam mengenal wilayah-wilayah dunia Islam dan dan tabiat negeri-negeri yang mengelilingi wilayah penaklukan.