REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama Nabi hidup, Abdullah tidak melewatkan berbagai pertemuan bersama Rasulullah. Dia mengingat apapun yang dikatakan Rasulullah. Setelah utusan Allah wafat, dia pergi ke berbagai sahabat sebanyak mungkin terutama mereka yang mengenal Nabi lebih lama. Tujuannya untuk belajar dari mereka apa yang Nabi ajarkan selama ini.
Jika mendengar suatu hadits, Ibnu Abbas akan menelusuri asal usulnya. Dia pergi dengan cepat kepada si penyiar hadits. Sabda Rasulullah itu akan dicocokkannya dengan ingatan pa ra sahabat hingga puluhan orang. Cara ini dinilainya sangat ampuh untuk mengetahui kesahihan suatu hadits.
Abdullah bin Abbas menggambar kan apa yang pernah dia lakukan ke tika mendengar seorang sahabat Nabi mengetahui hadits yang tidak di kenal kepadanya. "Saya pergi kepadanya pada siang hari. Angin meniup debu kepada saya. Aku berharap bisa meminta izin untuk masuk ke rumah seorang sahabat dan dia pasti akan memberiku izin, tapi aku lebih suka menunggu agar dia bisa benar-benar segar. Keluar dari rumahnya dan melihat saya dalam kondisi apa adanya.
Sering kali sahabat yang ditemui Ibnu Abbas terkejut, mengapa tidak me nge tuk pintu. Mengapa Ibnu Abbas tidak mengundang orang yang diinginkan sekadar untuk mem verifikasi hadits. Kalau saja Ibnu Abbas mengundang, maka pasti siapa pun akan datang, karena mereka tahu yang mengundang adalah sepupu Rasulullah.
Cucu Abdul Muthallib itu kemudian mengatakan, dirinyalah yang ha rus datang untuk mendapatkan ilmu, karena cahaya ilahi tidak datang begitu saja, harus dengan usaha keras disertai dengan keyakinan mendalam.
Dengan cara ini, Abdullah yang dikenal sebagai putra saudagar kaya itu akan terus bertanya untuk memverifikasi berbagai hadits yang didapatnya. Dia akan memilah dan meneliti informasi yang dia kumpulkan dengan tajam dan teliti.