REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bupati Asmat Elisa Kambu menilai bahwa upaya merelokasi warga Asmat ke tempat yang baru tidak dimungkinkan. "Kalau relokasi ke tempat yang baru tidak mungkin, relokasi yang dimaksudkan Presiden adalah kita akan melakukan perbaikan pemukiman masyarakat di sekitar di distrik, di kampung yang mereka tinggali itu," kata Elisa di Istana Bogor, Selasa (23/1).
Elisa menyampaikan hal itu dalam pernyataan pers bersama seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Pertemuan itu dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Sosial Idrus Marham, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menemui Bupati Asmat Elisa Kambu, Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge dan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menawarkan opsi relokasi ke kota untuk mengatasi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Asmat. Kasus penyakit campak dan gizi buruk di Papua itu tersebar di sejumlah wilayah termasuk kabupaten Pegunungan Bintang bahkan hal itu terjadi berulang kali.
"Karena memindahkan orang tidak segampang itu, karena terkait budaya adat istiadat, hak ulayat, dan bagaimana mereka menanam dan sebagainya. Nanti rakyat akan kita urus, kita tempatkan dengan akses yang lebih baik," tambah Elisa.
Menurut Elisa, fasilitas kesehatan seperti Puskesmas sudah ada di semua ibu kota distrik (kecamatan) sehingga tinggal masalah operasional yang masih dipikirkan bersama. "Kita harap masyarakat ada di kampung, bukan di hutan atau di mana, kami tidak bermaksud memindahkan mereka dari kampung, jauh ke tempat yang jauh dari wilayah mereka," ungkap Elisa.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan relolasi yang paling mungkin adalah memperbaiki tempat mereka sendiri di dalam satu distrik dengan membangun perumahan dan jalan. "Tapi untuk pindah ke tempat lain tidak bisa," kata Lukas.
KLB campak dan gizi buruk terjadi di Kabupaten Asmat sejak September 2017 yang mengakibatkan 68 balita dan anak meninggal dunia. Pada 1-11 Januari 2018 dilaporkan telah merawat ratusan pasien yang terkena penyakit campak, di mana 393 orang di antaranya menjalani rawat jalan dan 175 orang diantaranya terpaksa harus menjalani rawat inap.
Sejumlah kendala yang dialami adalah minimnya tenaga dokter yang ada. Yakni, hanya ada 12 dokter dan satu dokter spesialis di Asmat.