REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mendapat kecaman karena lamban dalam merespons wabah campak parah di Provinsi Papua, yang dilaporkan telah merenggut nyawa puluhan anak-anak. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada September tahun lalu. Sejak saat itu setidaknya 59 anak yang tinggal di daerah terpencil Asmat meninggal dunia, memunculkan tudingan rakyat Papua diabaikan Pemerintah.
"Terabaikan dalam hal perawatan kesehatan, makanya permasalahannya terus berlanjut, dan terjadi krisis demi krisis," kata Andreas Harsono dari LSM Human Rights Watch di Indonesia.
Malnutrisi di kalangan anak-anak Papua sudah biasa terjadi dan dengan rendahnya tingkat vaksinasi, upaya penanggulangan wabah menjadi tantangan tersendiri. Menurut Andreas, Papua tidak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai.
"Saya melihat sendiri, tidak ada dokter atau perawat. Saya telah melihat hal ini lebih dari satu dekade lalu. Mereka harus membuka Papua untuk bantuan internasional," katanya.
Mengingat layanan kesehatan yang dipenuhi anggota keluarga anak-anak yang sakit, para pemimpin gereja setempat memperingatkan akan lebih banyak lagi nyawa terancam.
Jumlah kematian yang mengejutkan di Asmat juga memicu kemarahan di media lokal Indonesia. Editorial koran berbahasa Inggris Jakarta Post misalnya menuduh Pemerintah lebih memperhatikan sumber daya alam yang kaya di provinsi ini daripada warga Papua sendiri.
Namun Jakarta membela responsnya dan mengatakan daerah terpencil sulit diakses dengan cepat. "Ya, kami memiliki sarana dan staf yang sangat terbatas, tapi bukan berarti kami tidak berusaha keras," kata juru bicara Departemen Kesehatan Agats Steven Langi kepada stasiun TV Aljazirah.
"Apa yang kita butuhkan bukan kritikan, tapi bantuan nyata. Bagi mereka yang mengkritik, saya ingin mengajak mereka bekerja di sini," katanya.
Pemerintah Indonesia membentuk satuan tugas untuk Papua guna membantu mengatasi wabah tersebut. Sementara pihak militer mengatakan pihaknya telah mengirimkan lebih banyak obat-obatan dan dokter ke provinsi tersebut. Menurut Andreas, pihak berwenang perlu belajar dari krisis yang terjadi di Asmat.
"Saya berharap Pemerintah Indonesia menggunakan kesempatan ini untuk mendengarkan. Kita telah membicarakan hal ini selama bertahun-tahun, lebih dari satu dekade," ujarnya.
Gejala Campak:
- Demam
- Perasaan sakit, lemah dan kurang nyaman
- Beringus
- Batuk kering
- Mata merah dan perih
- Bintik merah dan kebiruan di dalam mulut
- Bintik merah di wajah dan kulit tubuh.
Sumber: Department of Health and Human Services Negara Bagian Victoria
Simak beritanya dalam Bahasa Indonesia di sini.