Selasa 30 Jan 2018 16:51 WIB

Sejarawan Minta Jenderal Polisi Belajar Sejarah

Mohammad Natsir yang juga tokoh penting di Persis dan menjadi PM ke 5 era Sukarno.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Video Kapolri Jendral Tito Karnavian yang menyebut hanya NU dan Muhammadiyah ormas Islam yang berperan mendirikan negara dan selain dua ormas itu hanya ingin merontokkan negara. Pernyataan itu kemudian mendapat banyak kritik di media sosial. Lemahnya pengetahuan sejarah Jenderal Polisi terkait peran ulama dan umat Islam di negara ini, bukan kali pertama.

Sebelumnya mantan kapolda Jabar yang juga maju sebagai calon wakil gubernur Jabar dari PDI Perjuangan salah mengutip sejarah dalam salah satu acara di stasiun televisi. Anton yang berpangkat terakhir Irjen Pol (Inspektur Jendral Polisi) ini menyebut KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari sebagai salah satu dari Panitia Sembilan, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

"Fakta sejarahnya apa yang disampaikan Kapolri dan Anton itu salah total, ini cukup memalukan. Saya meminta perwira dan jenderal polisi untuk belajar sejarah lagi, agar kesalahan yang sama tidak terulang," kata Guru Besar Sejarah Universitas Padjadjaran Bandung, Ahmad Mansur Suryanegara, Selasa (30/1).

Penulis buku sejarah Indonesia ternama berjudul 'Api Sejarah' mengaku, kesalahan dua jenderal polisi dalam mengutip sejarah bangsa Indonesia, khususnya terkait umat Islam, sangatlah fatal. Menurutnya, bagaimana mungkin sekelas Kapolri mengklaim tanpa fakta sejarah bahwa hanya NU dan Muhammadiyah yang berperan dalam mendirikan bangsa ini.