REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel telah menahan 1.000 warga Palestina di Yerusalem. Hal tersebut terjadi sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada awal Desember lalu.
Dilansir Middle East Monitor, Rabu (31/1), Direktur Komisi Urusan Tahanan Palestina Issa Qaraqa mengatakan penangkapan di Yerusalem telah meningkat sejak keputusan Trump yang diumumkan pada 6 Desember lalu.
"Seolah-olah Israel menerima lampu hijau untuk meningkatkan kebrutalan dan agresi di Kota Yerusalem secara geografis dan demografis," katanya.
Ia mengatakan, pihak berwenang pendudukan melakukan penangkapan massal yang telah menjadi fenomena hukuman sehari-hari dan kolektif. Qaraqa menerangkan, kebanyakan tahanan adalah pria muda dan anak di bawah umur dan mendapat penyiksaan dan penganiayaan oleh Polisi Israel dan tim interogasi.
"Serangan ke Yerusalem sangat serius dan ada agresi Israel yang meluas dan tirani yang menargetkan orang-orang Yerusalem dan status historis dan agamanya dan memberikan tekanan untuk melakukan pengusiran diam-diam dari populasi," katanya.
Dia menunjukkan, pengadilan Israel mengeluarkan putusan jera dan sengaja terhadap orang-orang Yerusalem, disertai denda berat dan memberlakukan tindakan ketat terhadap keluarga narapidana dan martir.