REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Oleh: Hasan Basri Tanjung
Alangkah bermaknanya manakala setiap perjalanan menemui tuan guru bisa meningkatkan intelektualitas dan spritualitas. Sejatinya Allah SWT mendorong kita sering berpergian untuk mengambil pelajaran (hikmah) agar lebih pandai mengarungi kehidupan (QS 3:137).
Pekan lalu, saya bertandang ke Pesantren Az-Zikra di Gunung Sindur Bogor yang diasuh Ustaz Muhammad Arifin Ilham, yang juga penulis tetap kolom Hikmah ini. Shalat Subuh bersama ratusan santri dengan imam yang fasih, hafiz, dan bersuara merdu. Sekalian bisa menikmati pemandangan hijau di atas perbukitan nan sejuk dan asri.
Kemudian, ustaz yang lihai menunggang kuda itu memberi tausiyah agar ucapan kita menembus kalbu atau qawlan tsaqiilan (QS 73:5). Hal ini penting bagi para dai, guru, orang tua, dan pemimpin. Ada tujuh resep utama yang disampaikan:
Pertama, keikhlasan. Setiap amal perbuatan lillahi ta'ala, semata-mata mengharap ridha Allah SWT, bukan duniawi (QS 98:5). Ikhlas bagai sumber mata air jernih yang mengaliri seluruh ucapan, pikiran, dan tindakan. Jika keruh di hulu, maka akan keruh pula di hilir. Di sinilah pentingnya niat karena menentukan perhargaan (HR Bukhari).
Kedua, konsisten (istiqamah). Ketetapan hati, pikiran, ucapan, dan tindakan dalam beramal saleh. Banyak orang bisa melakukan hal besar, tapi hanya sedikit yang mampu menjaga keberlanjutan. Karena itu, Nabi SAW menyebutkan, amal yang paling disukai Allah SWT adalah berkelanjutan, walaupun sedikit (HR Muslim).
Ketiga, rajin shalat malam. Tidak mudah bangun di pengujung malam untuk menghadap Allah. Bagi siapa yang mampu menjalankan dengan baik akan diberi tempat mulia (QS 17:79). Tahajud bukan karena hajat mendesak atau perlu pertolongan, melainkan menjadi kebutuhan dan kenikmatan sekaligus.
Keempat, senang membaca Alquran. Alquran menjadi bacaan utama dan rujukan atas segala permasalahan. Menjalin komunikasi dengan Allah lewat firman-Nya yang suci. Kemudian belajar memahami, mengamalkan, dan mengajarkan kepada anak, keluarga, dan umat. Alquran pun menjadi pedoman dan obat dalam kegalauan (QS 2:185, 17:82).
Kelima, banyak berzikir. Pada dasarnya manusia mudah lupa. Zikir menjadi wasilah agar terjaga ingatan kepada Allah (dzikrullah). Berzikir sendiri atau berjamaah, pagi dan petang, saat berdiri, duduk, ataupun berbaring. Zikir membuat hati tenteram walau tantangan menghadang (QS 3:190, 13:28).
Keenam, jujur dan baik. Salah satu sifat kenabian adalah kejujuran (shiddiq). Tidak ada kontradiksi antara hati, pikiran, ucapan, dan tindakan (QS 61:2). Katakan yang benar walaupun pahit. Jangan dusta karena itu keburukan yang disengaja. Kebenaran pun harus dikemas dengan etika dan estetika. Pandailah memilih kata, mengatur nada, mencari makna, dan membaca suasana. Berkata yang baik atau diam karena itu juga kebaikan (HR Bukhari).
Ketujuh, jangan makan yang haram. Makanan haram akan mengalir ke seluruh badan dan memengaruhi psikis dan perilaku seseorang. Sinyal Ilahiyah pun redup dan hilang sehingga sulit tersambung dengan Allah SWT. Kita disuruh makan yang halal dan baik serta menjauhi riba dan banyak bersedekah (QS 2:168, 276).
Menyadari sepenuhnya resep tersebut belum bisa dijalani dengan optimal. Namun, tambah yakin, manakala melihat karya pejuang dakwah dan pendidikan untuk mencerdaskan umat tetap jaya, tentulah itu buah dari kesungguhan mereka mengamalkan nasihat yang baik ini. Allahu a'lam bishawab.