REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut mengomentari kasus penyerangan terhadap ulama dan tokoh agama dalam beberapa waktu terakhir ini. Jokowi menegaskan, pemerintah tak memberikan ruang dan tempat bagi masyarakat yang tak mampu bertoleransi dan melakukan tindak kekerasan di Tanah Air.
"Jadi sekali lagi perlu saya sampaikan, tidak ada tempat bagi mereka yang tidak mampu bertoleransi di negara kita Indonesia apalagi dengan cara-cara kekerasan," tegas Jokowi di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (12/2).
Jokowi menyampaikan, berdasarkan konstitusi, negara menjamin kebebasan beragama bagi seluruh masyarakatnya. Karena itu, segala tindak kekerasan dan upaya intoleransi terhadap warga lainnya pun tak dapat dibenarkan. "Kita tidak memberikan tempat kepada orang-orang yang melakukan, mengembangkan, menyebarkan intoleransi di negara kita," ujarnya.
Masyarakat, sambungnya, telah hidup bersama dengan berbagai latar belakang yang berbeda di Tanah Air selama puluhan tahun. Kendati demikian, menurut Jokowi, peristiwa kekerasan terhadap pemeluk agama lain tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di berbagai belahan dunia lainnya.
"Karena keterbukaan informasi yang kalau kita lihat hampir semua negara mengalami," kata Presiden.
Jokowi pun menginstruksikan agar aparat menindak tegas para pelaku intoleransi serta menjamin penegakan hukum di Tanah Air. Saat ini, kata dia, kepolisian tengah mendalami berbagai peristiwa penyerangan terhadap para ulama pemuka agama ini. "Saya sudah perintahkan kepada aparat untuk bertindak tegas dan negara menjamin penegakan konstitusi secara terus menerus," tegasnya lagi.
Dari catatan Republika.co.id, setidaknya ada empat serangan terhadap ulama dan ustaz yang terkonfirmasi dalam tiga pekan terakhir ini. Serangan pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (27/1).
Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga yang diduga alami gangguan kejiwaan.
Kemudian ada serangan terhadap seorang santri dari Pesantren Al-Futuhat Garut oleh enam orang tak dikenal. Ada juga seorang pria yang bermasalah dengan kejiwaannya bersembunyi di atas Masjid At Tawakkal Kota Bandung mengacung-acungkan pisau.
Dan pada Ahad (11/2) ini, pendeta dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Empat jemaat luka-luka dan pendeta yang memimpin ibadah pun terluka akibat serangan menggunakan pedang.
(Baca juga: Penganiayaan Tokoh Agama, DPD Khawatir Ada Upaya Adu Domba)