Rabu 14 Feb 2018 15:25 WIB

Loyalitas untuk Sultan

loyalitas kepada sultanlah yang dibutuhkan dari seluruh penduduknya yang heterogen.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Agung Sasongko
 35th Sultan of the Ottoman Empire and 114th caliph of Islam, Mehmed V.
Foto: commons.wikimedia.org
35th Sultan of the Ottoman Empire and 114th caliph of Islam, Mehmed V.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada prinsipnya,diskriminasi terjadi di Ottoman karena basis agama. Muslim dapat mencapai posisi politik atau mengejar karier dalam layanan administrasi. Namun, di sini keturunan Muslim tidak penting.

Sebagian besar pemegang posisi politik merupakan generasi pertama atau kedua yang berpindah dari Kristen. Kantor pengadilan adalah tempat yang memelihara keluarga Muslim lama. Bagian tubuh penting pemerintahan ini tetap terbuka bagi non-Muslim.

Banyak orang merasa berisiko jika kegiatan pajak yang berpotensi mendatangkan keuntungan dipegang keluarga Kristen atau Yahudi. Namun, bukan berarti Kerajaan Ottoman eksklusif Muslim atau eksklusif milik bangsa Turki. Kerajaan ini adalah sebuah kerajaan dinasti, hanya loyalitas kepada sultanlah yang dibutuhkan dari seluruh penduduknya yang sangat beragam.

Loyalitas diharapkan bagi mereka yang tidak memegang kantor, yaitu tidak akan memberontak dan membayar pajak dengan tunai, kebaikan, atau layanan. Bahkan, hal ini sering dapat dinegosiasikan. Akhirnya, sultan sebagai per oranganlah yang menyatukan kerajaan.

Permukiman koloni Turki di Balkan telah menemani penaklukan Ottoman pada abad ke-14 dan 15. Tahun-tahun setelah penaklukan Siprus pada 1573 M menjadi saksi perpindahan paksa orang-orang Turki ke pulau-pulau Anatolia. Orang-orang yang dideportasi kadang kala merupakan para pembuat onar di daerah asalnya.

Mereka kemudian akan membentuk sebuah nukleus dari warga negara yang loyal terhadap Ottoman. Sultan juga menata ulang permukiman kelompok-kelompok non-Turki, seperti komunitas Yahudi, yang dipindah ke Siprus setelah 1573 M untuk mendorong kehidupan perdagangan di pulau itu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement