REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan MZ (40) pelaku pengerusakan Masjid Baitur Rohim di Tuban murni mengalami gangguan jiwa. Kapolda mengatakan hal itu terlihat dari interaksi pelaku saat diajak berbicara.
"Hasil keterangan sementara dari dokter psikiater, pelaku ada kelainan psikopat yang bersifat agresif. Jadi pelaku ini selalu curiga dan agresif menyerang orang. Cenderung ada ketidaknormalan dalam berpikir," kata Irjen Pol Machfud Arifin usai mengunjungi MZ di RS Bhayangkara Polda Jatim di Surabaya, Rabu (14/2).
Gangguan kejiwaan itu terlihat dari interaksi pelaku saat diajak berbicara. Saat Kapolda menegur dan mengucapkan salam, warga Desa Karangharjo, Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah ini tidak menjawab salam tersebut. Begitu juga saat diajak berjabat tangan, MZ hanya diam.
"Saat saya ajak berinteraksi, tidak ada timbal balik atau tanggapan dari MZ. Melainkan hanya diam saja," jelasnya.
Machfud menjelaskan, MZ hendak dibawa keluarganya dari Rembang ke Tuban untuk berobat ke tempat kiai atau Gus Mad. Saat berobat, pelaku menunggu di masjid yang ada di depan tempat Gus Mad karena belum diterima hingga larut malam. Setelah itu, Mz ditegur oleh penjaga setempat, hingga seketika itu dirinya marah.
"Saat ditegur 'ngapain', pelaku pun marah sehingga merusak kaca (masjid) dan sebagainya," ucapnya.
Meski dinyatakan memiliki gangguan kejiwaan, Machfud tetap memerintahkan anggotanya untuk melakukan pendalaman terkait kesaksian dari pihak keluarga. Pihaknya juga meminta dokter psikologi untuk memeriksa lebih lanjut perihal kejiwaan pelaku.
"Sudah jelas kan, bahwa memang pelaku yang mempunyai gangguan kejiwaan ini sedang berobat di Tuban. Jadi tidak benar kalau masjid dirusak-rusak. Karena pelaku bawa anak kecil dan istrinya, jadi tidak ada hubungan dengan isu-isu lainnya. Lain kali kalau mau kumat jangan di Jatim, di Jateng saja," ujarnya.
Terkait proses hukum pelaku, pihaknya meyakini yang bersangkutan memiliki gangguan kejiwaan. Machfud mengatakan undang-undang telah mengatur bahwa orang yang tidak bisa berpikir, tidak bisa dipidana dan diminta pertanggungjawaban hukumnya. Selain itu, tim dokter dan Direskrimum diminta untuk membantu Kapolres Tuban dalam penanganan kasus ini dengan benar.
Sementara itu, Dokter Spesialis Kejiwaan RS Bhayangkara Polda Jatim, Rony Subagyo menambahkan, setelah dilakukan pemeriksaan, pihaknya menyimpulkan pelaku mengalami gangguan jiwa berat dalam bentuk "schizophrenia paranoid". Dia memperkirakan sakitnya ini lebih dari dua hingga tiga tahun diderita.
"Wamparanoid ini bentuknya seseorang merasa orang lain selalu mengancam dirinya. Selalu mengikuti dan mengawasi, sehingga orang tersebut menjadi was-was. Dan isi pikiran seperti ini yang membuat seseorang memberikan respon dalam bentuk agresivitas," ujarnya.