REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pasal di dalam UU MD3 yang baru saja disahkan DPR pada Senin (12/2) lalu menuai kritik. Salah satu pasal yang dikritik antara lain pasal 73. Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mengatakan bahwa kewenangan DPR yang bisa menyandera seseorang yang tidak hadir setelah ada pemanggilan paksa dinilai berlebihan.
"Pertama (saya) tidak setuju bukan soal pemanggilan paksa, it's oke pemanggilan paksanya. Yang saya enggak setuju adalah kemudian setelah dipanggil paksa bisa disandera selama 15 hari. Menurut saya itu pasal lebay," kata Arsul dalam diskusi di program Catatan Najwa di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/2).
Menurutnya, alangkah lebih baik jika di dalam pasal tersebut tidak menggunakan kata "disandera", melainkan perlu ada penjelasan khusus ke dalam RUU KUHP yang saat ini juga masih dalam pembahasan DPR.
"Menurut saya menjadi lebay kalau kemudian dia enggak mau, dipaksa kemudian disandera. Bagi saya dengan penyanderaan itu kewenangan untuk menyandera itu lebay," tegasnya.
Diketahui di salah satu ayat dalam UU MD3 Pasal 73 berbunyi DPR dalam menjalankan panggilan paksa Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.