REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Kepada program ABC TV, Four Corners, seorang warga Australia mengatakan pernah ikut pertempuran aktif di kota Raqqa saat ia melakukan perjalanan ke Suriah untuk melawan kelompok ISIS. Kota Raqqa saat itu dianggap kelompok ekstrimis sebagai ibu kota Negara Islam (ISIS).
Pria asal Melbourne, Jamie Williams mengatakan dirinya bergabung dengan sebuah milisi Kurdi, YPG. Kelompok ini termasuk dari pasukan koalisi yang mendapat dukungan Amerika Serikat dengan sebutan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Bersama dengan program ABC Four Corners, Jamie menunjukkan lokasi-lokasi kunci di Raqqa dimana ia pernah ambil bagian dalam pertempuran untuk membebaskan kota tersebut. "Pertempuran itu cukup sengit. Seluruh pertempuran di Raqqa dipaksa, blok demi blok," katanya.
"Garis pertempuran terus berubah, sulit bagi YPG, pasukan SDF, untuk melacak jalurnya," katanya.
Laporan rinci Jamie soal perannya dalam pertempuran ini dapat berpeluang menguji undang-undang Australia soal warganya yang ikut berperang di luar negeri. "Keikutsertaan ini menjadi penting bagi saya karena sebagai orang Australia, Da'esh [sebutan Arab untuk ISIS] adalah ancaman bagi Australia," katanya kepada Four Corners di Raqqa.
"Orang-orang Kurdi berada di garis depan untuk melawan Da'esh atas nama kita semua, saya datang ke sini untuk membantu, untuk melakukan bagian saya."
Jamie mengatakan ia melakukan perjalanan ke Suriah timur laut pada April tahun lalu. Saat ia kembali ke Australia pada awal Januari, ia mendapat pertanyaan dari petugas Bea Cukai di Bandara Melbourne, yang kemudian secara formal dinterogasi oleh agen dari Kepolisian Federal Australia (AFP). Jamie mengatakan kepolisian menyatakan dirinya ditahan selama interogasi berlangsung.
Jamie mengaku AFP menyita paspornya, beserta telepon dan cendera mata dari Raqqa, termasuk dua bendera ISIS dan sebuah emblem YPG yang biasanya ditempel di bahu. Dalam sebuah pernyataan, AFP mengatakan: "Sebagai masalah yang sudah berlangsung lama, AFP tidak berkomentar mengenai masalah keamanan atau intelijen tertentu."
Ingin bunuh tentara ISIS asal Australia
Jamie mengatakan kepada Four Corners sebagian motivasinya untuk berperang adalah dikarenakan orang-orang Australia lainnya, termasuk pria asal Melbourne Tareq Kamleh, dan pria asal Sydney Khaled Sharrouf. Mereka telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Warga Australia yang pergi ke Suriah untuk bergabung dalam kampanye anti-ISIS sangat tertutup soal aktivitas yang mereka lakukan. Atau mereka bersikukuh mengatakan hanya memberikan bantuan kemanusiaan, yang diizinkan undang-undang anti-pejuang asing.
Namun, Jamie mengaku dirinya telah melangkah lebih jauh. Jamie bersama timnya yang terdiri dari orang-orang Barat biasanya diperintahkan untuk menjaga jalan, bangunan-bangunan, serta persimpangan yang berjarak beberapa ratus meter dari garis depan.
Mereka mempertaruhkan diri menjadi sasaran serangan mendadak oleh tentara IS yang muncul dari terowongan.
Saat mereka memaksa untuk bertugas di garis depan pada September lalu, mereka diminta membersihkan sebuah gedung tentara ISIS dan bergerak ke jalan dibalik gedung tersebut. Tapi misi tersebut berjalan tidak seperti yang direncanakan.
"Kami sampai di jalan, tapi begitu sampai di sana, kami disergap," katanya pada program Four Corners.
"Dalam jarak lima meter kami melepaskan tembakan dengan jarak sekitar 10 sampai 15 meter ... Salah satu dari kami tertembak dalam bentrokan itu."
Anggota timnya terbunuh. Jamie dan rekan-rekannya kemudian terpaksa mundur ke atas sebuah bangunan apartemen yang sudah hancur akibat serangan bom. Ketika mereka mencoba menyusun rencana melarikan diri, tentara ISIS menyelidiki posisi mereka, dan menembaki mereka dari jarak 10 meter.
Jamie kemudian menjaga tangga dari siapa saja yang mendekat dari arah bawah. "Kapan saja saya mendengar adanya gerakan, benturan atau apa pun yang ada di bawah saya, saya akan mengambil sebuah granat, bersiap-siap, menempelkan senapan, menembak anak tangga beberapa kali, empat atau lima kami, serta melempar granat ke bawah, "katanya.
Diselamatkan pesawat tempur
Jamie dan timnya bekerja sama dengan pejuang Arab setempat di bawah naungan SDF. Mereka terus berhubungan dengan komando mereka, yang mengatakan sebuah pesawat tak berawak Amerika Serikat telah mendeteksi posisi tentara ISIS.
"Lewat komunikasi radio dikatakan tentara ISIS datang dari arah tertentu, dari depan, dari mana-mana. Kami semua saat itu berpikir: 'Sial, bagaimana kami akan mempertahankan tempat ini?'"
Mereka diselamatkan oleh serangan udara yang dilakukan tentara koalisi pimpinan Amerika Serikat. "Ada suara tembakan dari pesawat tempur AC-130, yang membombardir seluruh area tersebut, mereka terbang mengelilingi kita. Ada banyak kebakaran yang cukup lama, cukup melegakan karena Anda tahu kita mendapat dukungan," katanya.
"Tapi pada saat yang sama itu juga mengkhawatirkan karena mereka hanya mencapai target yang bisa mereka lihat. Jadi dengan mengetahui mereka menembak sebanyak itu, ada banyak target yang mereka serang di kawasan itu."
Merasa tidak melakukan hal yang salah
Jamie dan timnya juga berpartisipasi untuk membersihkan ranjau darat, membantu menyingkirkan kota Raqqa. Jebakan ISIS telah menelan ratusan nyawa sejak IS dipukul mundur pada bulan Oktober tahun lalu.
Ia mengaku hal-hal yang dilakukannya di Raqqa adalah yang paling ia banggakan. Tapi kehadirannya di Raqqa dan kemauannya untuk membicarakan perannya dalam bertempur melawan ISIS malah memicu perdebatan.
Undang-undang pejuang asing Australia bersifat luas, namun mencakup pengecualian dan definisi utama, yang menurut Jamie membuat apa yang dilakukannya tidak melanggar hukum. "Saya merasa tidak melakukan kesalahan, saya telah mendukung orang-orang baik dalam pertarungan ini ... ISIS adalah musuh dunia," katanya.
"Kurdi akan memiliki sistem yang baik, mereka akan membawa kebaikan di kawasan, mereka butuh orang Kurdi, mereka butuh sistem, mereka butuh demokrasi."
Bagian penting dalam undang-undang tersebut yang menjadikan sebuah tindak kejahatan adalah memasuki negara asing untuk terlibat dalam "kegiatan permusuhan".
Juga termasuk tindak kejahatan adalah memasuki kota Raqqa diantara bulan Desember 2014 hingga akhir November 2017, tanpa alasan yang jelas, seperti memberikan bantuan kemanusiaan.
Namun, dalam kedua kasus itu bukanlah sebuah kejahatan untuk bertempur untuk pemerintah, atau memasuki wilayah untuk bekerja pada pemerintah. Pemerintah dalam konteks ini didefinisikan sebagai otoritas yang mengawasi pemerintahan yang efektif.
Suku Kurdi telah mengelola daerah timur laut Suriah sejak akhir 2012. Wilayah itu telah berkembang secara dramatis sejak tahun 2014, ketika koalisi pimpinan AS merekrut mereka sebagai kekuatan darat untuk melawan ISIS.
Bagi warga Australia, bergabung dengan kelompok teror yang dilarang juga sebagai bentuk kejahatan. Partai Pekerja Kurdi (PKK) dilarang Australia pada Desember 2005 setelah adanya sebuah kampanye teroris yang telah berlangsung lama di Turki.
YPG dikatakan memiliki hubungan dengan PKK. Namun, meski larangan tersebut direvisi dan diperbaharui pada bulan Agustus 2015, kegiatan YPG di Suriah tidak termasuk dalam alasan-alasan dalam aturan. Koalisi pimpinan AS telah membedakan antara kedua kelompok tersebut, meskipun ada penolakan keras terhadap Turki, sekutu NATO.
Koalisi tersebut telah memasok YPG tidak hanya dalam bentuk dukungan militer udara tapi juga intelijen, senjata dan pelatihan. Saat Jamie berhenti melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan YPG pada akhir 2014, ia kemudian menghadapi tuntutan hukum pada 2015. Dugaan kejahatannya adalah mempersiapkan diri terlibat dalam kegiatan yang pertempuran,serta tidak mempersiapkan diri kemungkinan bergabung dengan kelompok terlarang.
Ia berpendapat saat itu orang-orang Kurdi tengah menjalankan "pengawasan pemerintah yang efektif" dan Jaksa Agung Australia menolak melanjutkan tuntutan, tanpa memberikan penjelasan rinci.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.