REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mempertanyakan kemungkinan tidak ditandatanganinya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 perubahan tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (DPRD) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab menurut Taufik, pengesahan Revisi UU MD3 telah melalui prosedur sesuai dalam pembahasan antara DPR dan pemerintah.
Pemerintah, kata Taufik, dalam pembahasan revisi UU MD3 diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. "Bahwasanya ini bagian dari proses yang sudah sesuai mekanisme dan disetujui di tingkat satu sebetulnya pemerintah kan sudah setuju walaupun diwakili Pak Yasonna," ujar Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (20/2).
Meski begitu, ia menghormati proses perundangan UU MD3 yang saat ini berada di pemerintah. Ia pun memberikan kesempatan sepenuhnya bagi Presiden Joko Widodo.
"Seandainya presiden dalam posisi terakhir belum setuju, masih perlu pendalaman, ya kita beri kesempatan sepenuhnya kepada presiden. Karena kan ujungnya memang harus persetujuan pemerintah dengan DPR," ujar Taufik.
Ia justru menilai Menkumham Yasonna Laoly perlu mengkonsolidasikan kembali ke presiden terkait MD3. Sedangkan proses DPR telah selesai.
"Memang selama ini Pak Yasonna mumgkin katakanlah secara internal perlu dikomsolidasikan lagi tentumya ini domain pemerintah, karena itu sudah diputuskan dalam paripurna, bukan domain DPR lagi," ujar Politisi PAN tersebut.
Walaupun Taufik mengakui langkah presiden yang tak juga menandatangani revisi UU MD3 tidak akan membatalkan UU MD3. Sebab, berdasarkan pada aturan perundangan, jika dalam waktu 30 hari undang-undang tidak ditandatangani, maka undang-undang itu otomatis berlaku.
"Artinya kita hormati dulu, ini kan masa reses nanti pimjnan DPR gelar rapat pimpinan bagaimana sikap pemerintah. Tapi ini hal yang biasa, nggak ada yang perlu didramtisasi, mungkin ada yang perlu dikonsolidasikan lebih lanjut tentu kita hormati," ujarnya.