REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (persero) berkomitmen untuk memberikan akses data perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai upaya untuk mendorong kepatuhan pajak dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peresmian komitmen integrasi tersebut disaksikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Menteri BUMN Rini Soemarno di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/2).
Dengan adanya komitmen ini, PT Pertamina memberikan akses kepada Kanwil DJP Wajib Pajak besar berupa data dalam sistem informasi perusahaan termasuk data pembelian dan penjualan, pembayaran gaji dan transaksi dengan pihak ketiga lainnya.
Data transaksi dengan pihak ketiga lainnya juga akan digunakan untuk membantu para lawan transaksi dimaksud untuk menjalankan kewajiban perpajakan. Termasuk sebagai data untuk pengisian SPT secara otomatis.
Integrasi ini juga termasuk otomasi pelaksanaan kewajiban perpajakan PT Pertamina melalui fasilitas elektronik seperti e-faktur (faktur pajak), e-bupotput (bukti potong/pungut), e-billing (pembayaran) dan e-filing (pelaporan SPT).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan integrasi data perpajakan ini bisa meminimalisasi terjadinya sengketa pemeriksaan pajak dan menekan potensi terjadinya kurang bayar.
"Kredibilitas dan kepastian pembayaran pajak bisa lebih akurat," kata Sri Mulyani dalam memberikan sambutan acara peresmian integrasi data perpajakan tersebut.
Sri Mulyani menambahkan komitmen juga membuat pemahaman atas data perpajakan PT Pertamina lebih mudah, mengingat perusahaan ini memiliki 3,7 juta faktur pajak setiap tahunnya. Ia mengharapkan integrasi ini diikuti BUMN-BUMN lainnya agar Indonesia mendapatkan reputasi sebagai ekonomi yang mempunyai biaya transaksi yang rendah, efisien dan produktif.
Saat ini, kelompok BUMN tercatat telah menyumbang penerimaan pajak pada 2017 sebesar Rp 166 triliun atau sekitar 15,6 persen dari total penerimaan pajak. Secara keseluruhan, keterbukaan sukarela Wajib Pajak ini akan menandai dimulainya era baru kepatuhan pajak berbasis kerja sama antara otoritas dan pembayar pajak (cooperative compliance).
Dalam pendekatan ini, kepatuhan pajak ditempatkan dalam perspektif yang holistik dan end-to-end yaitu dimulai dari titik awal terjadinya transaksi hingga titik akhir yaitu pembayaran pajak secara benar dan tepat waktu.
Dengan demikian, fokus DJP tidak lagi hanya pada menguji kepatuhan setelah pelaporan SPT tapi membantu memastikan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar sejak awal.
Sedangkan bagi Wajib Pajak, transparansi dan keterbukaan merupakan bagian dari paradigma modern, karena kepatuhan pajak menjadi salah satu komponen pokok dari sistem pengendalian internal perusahaan.
Melalui prinsip tata kelola perpajakan, maka manajemen perusahaan juga dapat mengurangi risiko, termasuk meminimalkan potensi timbulnya sengketa dan menghindarkan terjadi proses pemeriksaan yang panjang.
Selain PT Pertamina, menurut rencana, program integrasi data perpajakan ini akan dilaksanakan bagi tujuh BUMN lainnya yang dinilai memiliki dampak signifikan dari penerimaan pajak maupun kontribusi bagi basis data perpajakan.