Senin 26 Feb 2018 18:54 WIB

Myanmar Bantah Hancurkan Desa Rohingya

Menurut Myanmar, perataan desa Rohingya untuk bangun kembali permukiman pengungsi.

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Ternak-ternak milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan,  Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.
Foto: AP Photo
Ternak-ternak milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan, Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Myanmar menolak tuduhan yang menyebutkan penghancuran desa Rohingya sebagai bentuk menghilangkan bukti kekejaman yang terjadi di desa tersebut.

Menurut Myanmar, perataan desa Muslim Rohingya untuk memberi jalan bagi permukiman kembali pengungsi dan bukan untuk menghancurkan bukti seperti yang dituduhkan.

Pemimpin De facto Aung San Suu Kyi pada Oktober lalu mendirikan Union Enterprise for Humanitarian Assistance, Resettlement and Development (UEHRD) untuk memimpin tanggapan domestik.

Ketua badan tersebut, Aung Tun Thet mengatakan desa-desa diratakan untuk mempermudah pemerintah memindahkan pengungsi sedekat mungkin dengan bekas rumah mereka.

"Tidak ada keinginan untuk menyingkirkan apa yang disebut bukti. Yang kami maksudkan adalah memastikan bangunan untuk orang-orang yang kembali bisa dibangun dengan mudah," katanya kepada wartawan pada Senin (26/2).

Aung Tun Thet juga mengatakan bahwa Myanmar akan melakukan yang terbaik untuk memastikan proses pemulangan yang dilakukan berdasarkan sebuah kesepakatan yang ditandatangani dengan Bangladesh pada November lalu terjadi secara adil, bermartabat dan aman.

Pekan lalu, Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan telah menganalisis citra satelit yang menunjukkan bahwa Myanmar telah meratakan setidaknya 55 desa di Rakhine, termasuk dua bangunan yang tampaknya utuh sebelum dihancurkan.

Kelompok tersebut mengatakan pembongkaran tersebut dapat menghapus bukti kekejaman oleh pasukan keamanan Myanmar yang disebut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat sebagai kampanye pembersihan etnis melawan minoritas Rohingya yang tanpa kewarganegaraan.

Sebuah tindakan keras militer yang dilakukan oleh serangan gerilyawan Rohingya di 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer pada 25 Agustus membawa 688 ribu orang dari desa mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh. Banyak dari mereka menceritakan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran oleh tentara dan polisi Myanmar.

Myanmar telah menolak sebagian besar tuduhan dan meminta lebih banyak bukti pelanggaran, sementara menolak wartawan independen, pemantau hak asasi manusia dan penyidik yang ditunjuk PBB mengakses zona konflik tersebut.

Dalam sebuah pidato di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengemukakan kembali seruannya kepada Myanmar untuk memastikan akses kemanusiaan yang tidak terkekang di Negara Bagian Rakhine.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menghentikan kegiatan di Rakhine utara dan mengevakuasi staf non-kritis setelah pemerintah mengatakan bahwa mereka telah mendukung gerilyawan Rohingya tahun lalu. Lembaga pengungsi PBB telah dikecualikan dari proses pemulangan.

"Komunitas Rohingya sangat membutuhkan bantuan segera, menyelamatkan jiwa, solusi jangka panjang dan keadilan," kata Guterres pada Senin.

Reuters

Marniati

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement